TROL, Sumenep – Program Pokok Pikiran Rakyat (Pokir) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, diduga jadi bancakan korupsi hal itu menjadi sorotan publik.
Dugaan kuat adanya praktik korupsi di balik program yang seharusnya menjadi jembatan aspirasi rakyat tersebut, mulai mencuat ke permukaan.
Beberapa nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep diduga terlibat dalam kasus ini, hal ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat mengenai penyalahgunaan wewenang di tingkat legislatif.
Pernyataan ini disampaikan oleh Mahbub Junaidi, Ketua DPC Gerakan Anti Korupsi (Dear Jatim) Sumenep, yang mengaku telah melaporkan dugaan kasus korupsi ini ke Polres Sumenep.
Mahbub juga menegaskan bahwa pihaknya sudah melengkapi laporan dengan data dan bukti-bukti yang ia miliki menunjukkan adanya pelanggaran serius terkait pelaksanaan program tersebut. “Kami sudah melengkapi data, termasuk nama-nama pengusul. Berdasarkan hasil audit BPK, ada banyak pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai spesifikasi, serta praktik pemotongan anggaran proyek yang mencapai 30 hingga 40 persen,” kata Mahbub (10/1).
Bukti-bukti yang dimaksud, menurut Mahbub, meliputi dokumentasi pekerjaan yang terbukti tidak memenuhi standar yang ditetapkan, serta bukti transaksi yang menunjukkan adanya pemotongan atau fee yang dipungut dari program tersebut.
Selain itu, Mahbub mengungkapkan bahwa penyidik Polres Sumenep telah menerima laporan tersebut dan kini tengah mendalami. “Kami sudah menyerahkan bukti-bukti berupa screenshot dan dokumentasi lainnya. Kini, kami menunggu langkah selanjutnya dari pihak penyidik,” tambahnya.
Berdasarkan Surat Perkembangan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan (SP2HP) yang diterima oleh pelapor pada tanggal 4 Oktober 2024, penyidik Satreskrim Polres Sumenep mengonfirmasi bahwa mereka telah melakukan berbagai langkah investigatif. Nomor surat B/1391/X/RES.3.3/2024/Satreskrim menyatakan bahwa penyidik telah mengumpulkan data dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pihak yang terlibat, termasuk kepala desa yang menjadi penerima manfaat program.
Sejak bulan September 2024, pihak penyidik juga telah melakukan pengecekan dan pengukuran di beberapa lokasi proyek yang diduga bermasalah.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan apakah pelaksanaan program sesuai dengan perencanaan dan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Meski begitu, hingga saat ini, penyelidikan masih berlangsung dan belum ada tersangka yang diumumkan.
Mahbub Junaidi, yang terus memantau perkembangan kasus ini, mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan cepat. Ia meminta agar pihak penyidik segera memanggil para pengusul program yang diduga terlibat dalam praktik korupsi tersebut.
“Kami berharap penyidik Unit Tipidkor segera melakukan klarifikasi lebih lanjut, khususnya terkait desa-desa yang belum menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Ini penting agar kasus ini tidak terhenti begitu saja,” tegas Mahbub.
Masalah korupsi di sektor pembangunan desa bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, dugaan keterlibatan anggota DPRD dalam kasus ini tentunya menambah kekhawatiran masyarakat akan integritas pejabat publik. Program Pokir yang sejatinya dirancang untuk mempercepat pembangunan daerah, malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah oknum yang memiliki akses dalam penganggaran.
Tindak lanjut dari kasus ini akan sangat menentukan bagaimana komitmen pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam memberantas praktik korupsi. Masyarakat berharap agar penyidikan ini tidak hanya berhenti pada level administrasi, melainkan dapat menyentuh sampai ke akar persoalan dan dapat menegakkan keadilan bagi rakyat Sumenep.
(hartono transindonesia.online)