TROL, Sumenep – Sungguh malang nasib para UMKM Pengrajin Batik di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Pasalnya mereka merasa dikadali dengan program Batik ASN yang harusnya program itu merupakan program pemberdayaan bagi UMKM Pengrajin Batik.
Hal itu disampaikan oleh salah satu pengrajin batik inisial FR mengeluhkan, bahwa dirinya sebagai yang bekerja yang mengeluarkan keringat malah dapat keuntungan hanya 8 ribu hingga 12 ribu perpotong.
“Ini bukan pemberdayaan UMKM tapi perbudakan,” katanya kepada awak media. Senin (16/1) kemarin.
Lebih rinci FR menjelaskan, untuk Batik ASN yang merah-hitam harga dari pengrajin 135 ribu dipotong untuk kas 5 ribu. Jadi hitungan keuntungannya hanya sekitar 12 ribu.
“Namun oleh koperasi yang mengkoordinir Batik ASN ini, dijual ke ASN dengan harga 190 ribu untuk perempuan, dan 250 ribu untuk laki-laki plus Blangkon,” ungkapnya.
Lain lagi Batik ASN yang bermotif Tera’ Bulan, Pengrajin Batik berinisial TI menyampaikan, bahwa pihaknya sempat mendapat orderan 61 potong batik dengan harga 450 ribu
Namun menurutnya nominal itu tidak masuk utuh kepada pengrajin, sebab masih dipotog pajak pemilik motif Tera’ Bulan, PPh dan komisi untuk salah oknum yang diduga dekat dengan penguasa.
“Biaya setoran pajak motif batik Tera’ Bulan, harga 450 ribu, pajak 50 ribu, PPh 12 ribu, komisi ke pak “DD” 50 ribu, dikurangi pajak dll sisa total 325 ribu, haaaa,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, pengusaha muda, sekaligus pengamat kebijakan publik, Fauzi As mengaku geram dengan oknum berkepentingan yang semena-mena kepada UMKM Pengrajin Batik dengan bermodalkan kedekatan dengan penguasa.
Bahkan dirinya menuding pemerintah daerah tidak Fair terhadap para pelaku UMKM Pengrajin Batik, sebab dalam Perbub 81 tahun 2021 mencantumkan design “Tera’ Bulan” yang notabene itu milik perorangan bukan milik Pemerintah Kabupaten Sumenep.
“Harusnya kalau pemerintah daerah mau fair, buat lomba atau kompetisi dulu, Tentukan temanya apa, sehingga masing-masing pengrajin punya kesempatan yang sama, baru design itu milik pemerintah daerah, kemudian diumumkan pada Pengrajin Batik itu untuk membuatnya.
Kalau yang sekarang terjadi ini kan kental dengan aroma persekongkolan, saya khawatir Bupati tidak paham dalam Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, buktinya lihat saja produk Perbup, ada misi tidak sehat yang dengan sengaja diselundupkan.
” katanya kepada media ini. Jum’at (20/01/2023).
Bahkan menurutnya, ketika ada program Batik ASN kemudian dikuatkan dengan surat edaran (SE) Bupati yang mewajibkan ASN membeli, sementara design Batiknya milik perorangan. Maka sudah pasti terjadi polemik pada pengrajin batik.
“Ketika Perbup dikuatkan dengan surat edaran, yang menjadi polemik dibawah adalah pengrajin Batik itu tidak tahu apakah bebas menggunakan design atau tidak,” ujarnya.
“Namun pada faktanya di lapangan, para pengrajin batik (UMKM) itu menjelaskan, bahwa harus ada kontribusi atau komisi kepada pemilik design. Nah ini juga sama halnya dengan Bupati menggunakan Oknum untuk berbisnis dengan ASN, artinya ASN dipaksa untuk membeli batik menggunakan kekuatan Perbup-nya mengarahkan kepada personal,” pungkasnya.
Sehingga menurut Owner Mamimuda itu menjelaskan, dalam program Batik ASN yang awalnya tujuannya adalah pemberdayaan malah berubah menjerat leher para pelaku UMKM pengrajin Batik.
“Buktinya para pengrajin Batik tidak mendapatkan harga sesuai harga pesanan, karena dipotong oleh oknum dengan alasan komisi, pajak dan PPh. Terus pertanyaan pajak dan komisi itu untuk siapa?,”Pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Prindag Sumenep Belum bisa memberikan jawaban
(Hartono)