Opini  

Gemerlap 753 Tahun Sumenep, Apa Kabar Dana Migas

Oleh : Hartono
Pimp transindonesia Sumenep

TROL, – Hingarbingar perayaan Hari Jadi Sumenep ke-753 tahun menghipnotis warga Sumenep pada puncak peringatan 2022 yang berpusat di Taman Bunga Sumenep (TBS)

Dengan 2 ribu porsi jajanan dalam kemasan festival kuliner, dan festival lainya seperti fashion dan kemewahan sandang, musik tradisional tong-tong seolah menunjukan Sumenep telah makmur dengan penggambaran melimpahnya pangan, sandang, dan papan.

Di kepulauan sejumlah jalan rusak, bahkan terdapat permukiman yang belum dapatkan listrik dengan layak.

Sumenep berdiri sejak 1 Desember 1292 M lalu, sekurangnya bisa dilihat dari keterangan Pictugraf di Barana Kubah Pulang Jiwa.Tanggal tersebut merupakan masa di mana Banyak Wedi (Aria Wiraraja) ditugaskan sebagai Adipati Sumenep (songennep).

Dipimpin Aria Wiraraja, Sumenep yang semula kering dan gersang bisa menjadi daerah subur dan dirasakan dampaknya oleh warga Madura.

Hutan Tarik (di wilayah kabupaten Sidoarjo) menjelma dan dijadikan pertahanan pangan.

Aria Wiraraja adalah pemimpin yang mampu mengelola sumber daya alam yang pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Sumenep dikenal sebagai lumbung Migas (minyak dan gas) di provinsi Jawa Timur Beberapa perusahaan migas yang beroperasi hingga saat ini, banyak sumur migas yang sedang dieksplorasi dan dieksploitasi. Seberapa besarkah Migas memberi kontribusi untuk kesejahteraan?.

Pada Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016, dijelaskan bahwa kontraktor wajib menawarkan Participating Interest (PI)sebesar 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah. Seharusnya pada kondisi demikian sudah bisa membuat Sumenep semakin mengepakkan sayap dalam peningkatan dan cadangan dananya.

Tetapi, meski termasuk 50 daerah kaya di Indonesia urutan ke-13 versi warta ekonomi tahun 2021, kabupaten Sumenep tetap sebagai kabupaten Miskin.

Bahkan Sumenep termasuk miskin nomer 3 se Jatim, dengan angka kemiskinan 20,51 persen versi katadata.co.id.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumenep yang dirilis 17 Januari 2022 jumlah penduduk miskin sebanyak 4,5 ribu jiwa.

“Jumlah penduduk miskin di kabupaten Sumenep pada bulan Maret 2021 mencapai 224,73 ribu jiwa. Jumlah ini bertambah sebanyak 4,5 ribu jiwa, bila dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 sebanyak 220,23 ribu jiwa,” tulis dalam website sumenepkab.bps.go.id.Keterangan ini jelas menunjukan data kemiskinan,

Meskipun Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 terlaksana belum 100 persen akibat dianggap tidak sinkron dengan Kepmendagri Nomor 214/K/82/MEM/2020 tentang Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi, dibutuhkan inisiatif pemkab Sumenep sehingga ada solusi, misalnya pernah terjadi pada blok Maleo.

Diketahui blok Maleo yang ada di perairan kepulauan Gili Genting pada mulanya masuk ke wilayah propinsi Jatim, namun setelah judicial review di tahun 2008 maka Sumenep berhak mendapat DBH dari wilayah tersebut karena ternyata Maleo itu tepat berada pada 4 mil dari lepas pantai.

Dana Migas Tersandera

Migas yang menjadi bagian penting di kabupaten Sumenep terus menyisakan pertanyaan warga yang hingga kini belum ada jawaban.

Hal ini bisa dilihat dari gerakan masa yang menyoal transparansi dana Participating Interest (PI).

Terbaru, Senin ( 15/10 ) mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS), berunjuk rasa di depan Kantor PT. Wira Usaha Sumekar (WUS), mempertanyakan peruntukan dana Participating Interest (PI) migas yang dikelola PT. WUS.

Karena, dana sebesar 8,8 milyar sampai sekarang tidak jelas peruntukannya. Bahkan, diduga menjadi bancaan bersama oleh pengelola dana tersebut. Sambil berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa poster berisi kecaman terhadap PT. WUS.

Mengapa Tanyakan Transparansi

Soal dana Migas yang akrab disebut dana Participating Interest (PI) pernah terjadi kehebohan dan menyita perhatian warga, bahkan hingga kini peristiwa itu sebagian warga menganggap belum selesai, lantaran aktor utama tidak tersentuh hukum.

Peristiwa itu banyak orang menyebut “Skandal Bellezza”,adalah peristiwa besar, menyangkut duit migas untuk Sumenep yang dirampok komplotan di Jakarta, tepatnya di Bellezza Office Walk Lt. 2 nomor 11 A dan 11 B Jl. Letjen Soepeno nomor 34 Arteri Permata Hijau kelurahan Grogol Utara kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Diantara nama yang disebut adalah Achmad Fauzi (kini menjabat bupati Sumenep), nama lainya adalah Sitrul Arsyih Musa’ie, sang direktur, Ariadi Subandrio, Suprayogi dan Taufadi. Namun sebagian sudah dipenjara.

Disebut Skandal Bellezza

Mereka berkumpul di Bellezza Office Walk Jakarta, mengatur siasat agar duit bisa keluar, datanglah mereka ke bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau Jakarta dengan tujuan mau buka rekening PT WUS, tapi ditolak karena alamat PT. WUS di Sumenep, bukan Jakarta.

Sitrul punya siasat, dibuatlah surat kepada Dewan Komisaris PT. WUS tanggal 1 Juli 2011 perihal Permohonan Persetujuan Pendirian Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta, lalu PT. WUS membalas tanggal 4 Juli 2011 dan menyetujui. Teatrikal elit yang gagal selamat kecuali Achmad Fauzi.

Achmad Fauzi saat menjadi wakil bupati ditunjuk sebagai kepala kantor perwakilan PT. WUS di Jakarta, dan rekening bank Mandiri ITC Permata Hijau berhasil dibuka dalam bentuk rupiah dan dolar, nomor rupiah: 102-000-6677667, dan yang bentuk dolar: 102-000-5737330, padahal PT. WUS sudah punya rekening.

Uang sebanyak 203.630.,05 dolar Amerika dan 4.43.290.317,58 rupiah berhasil dikantongi Sitrul, yang kemudian divonis,1 tahun.
Itulah salah satu sebab warga butuh transparasi.

Selalu Ada Harapan

Harapan baru muncul di daratan desa Tanjung kecamatan Saronggi, yaitu hadirnya PT. Energi Mineral Langgeng (EML) yang telah lama mengeksplorasi dalam penemuan sumur migas baru, jika terus dikembangkan maka akan sangat membantu dalam peningkatan pendapatan kabupaten Sumenep yang nantinya bisa digunakan dalam sektor pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat Sumenep.

Dalam undang-undang No. 33/ 2004 Tentang Perimbangan Keuangan, pemerintah Pusat mengambil jatah 69,5 persen dan sisanya diberikan ke daerah 30,5 persen.

Beda halnya dengan DBH minyak bumi, Pemerintah pusat mengambil jatah 84,5 persen dan sisanya 15,5 persen ke daerah. Dana yang masuk ke daerah dibagi lagi untuk daerah penghasil 6 persen, kabupaten/kota pemerataan 6 persen dan provinsi 3 persen. Sisanya 0,5 persen untuk pendidikan.

Ketika daerah produksi dan aliran dana sudah diketahui, pertanyaan berikutnya, mana jatahnya? Sebab, selama ini DBH ke daerah terkadang tidak langsung ditransfer dengan berbagai alasan. Apalagi, prosesnya harus melalui rapat rekonsiliasi tiap triwulan yang terkesan njlimet.

Ya itulah DBH migas. Makin diburu makin gak jelas. Selama ini, daerah penghasil (kabupaten/kota) seperti kabupaten Sumenep misalnya, hanya bisa mengalah atau saling pengertian. Bisa saja ”ngalah” ke provinsi maupun pusat yang memiliki otoritas di atasnya. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *