Hukrim  

Kurniadi Sebut Ada Pelacuran Hukum Penyidik Polres Sumenep
Buntut Damai Penganiayaan Wartawan

Foto : saat Rostorasi Jastis di Polres Sumenep

TROL, Sumenep – Dinilai sebagai skandal pelacuran hukum, Soal penghentian penyidikan alasan sudah terjadi perdamaian atas kasus penganiayaan terhadap 2 wartawan yang dilakukan oleh oknum kepala desa (Kades) Batu Ampar, kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep, (26/3) lalu ,

Menurut Kurniadi, S.H., pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH-Madura), kasus pemukulan oleh oknum kades tersebut tidak termasuk perkara yang dapat diselesaikan melalui Restorasi Justice (Pemulihan Keadilan) karena secara normatif perbuatan pelaku memiliki ancaman pidana di atas 5 tahun sehingga tidak dapat diselesaikan melalui RJ.

Selain itu, kata Kurniadi, penghentian terhadap perkara ini juga dinilai potensi menimbulkan polemik di masyarakat karena keadilan korban tidak dapat dimaknai hanya dengan memulihkan kerugian korban akibat pemukulan, melainkan kerugian moral-universal yang menjadi tujuan kegiatan jurnalistik yaitu untuk mengungkap dugaan adanya tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka selaku kepala desa dan mantan kepala desa.

Artinya,lanjut Kurniadi, pemulihan kerugian korban tidak dapat diselesaikan hanya dengan saling mema’afkan diantara kedua belah pihak karena pemulihan kerugian tersebut tidak menyentuh aspek yang paling mendasar yaitu hilangnya tujuan jurnalistik untuk memperoleh kejelasan terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi.

Dengan kata lain, kata Kurniadi, penghentian penyidikan atas kasus tersebut memiliki sensitivitas dan resistensi yang tinggi karena bersinggungan dengan marwah dunia jurnalistik dan menyangkut isu korupsi yang diduga dilakukan tersangka dalam jabatannya selaku kepala desa.

“Secara mikro pihak yang dirugikan atas penghentian kasus ini adalah organisasi wartawan ya karena pemukulan itu dilakukan oleh pelaku dengan motif ingin mengamputasi peran dan fungsi wartawan ya”, terang Kurniadi kepada wartawan melalui sambungan telpon (4/4).

Aktivis yang populer dengan julukan Raja Hantu ini mengatakan bahwa perdamaian korban dengan pelaku dapat diterima oleh penyidik akan tetapi harus ditempatkan dan dipandang sebagai hal-hal yang hanya bersifat meringankan hukuman bagi tersangka tetapi bukan menghapus tanggungjawab pidananya.

Lebih lanjut aktivis hukum dan Prodem ini meyakini penyelesaian perkara ini merupakan modus dari Skandal Pelacuran Hukum yang dilakukan oleh penyidik Polres Sumenep. Keyakinan itu timbul karena publik mengetahui kalau 2 orang tersangka ini merupakan tim inti rezim yang saat ini berkuasa.

Sementara itu, Kapolres Sumenep, AKBP Edo Satya Kentriko, S.H., S.I.K., M.H., ketika dikonfirmasi oleh wartawan mengenai hal itu Ia menyarankan untuk berhubungan langsung dengan Kasatreskrim karena pihaknya belum mengikuti perihal tersebut lantaran ada acara diluar kota.

“Langsung saja ke bu Widi (humas Polres-red)karena saya posisi juga di polda jatim sertijab wakapolda dan malam pisah sambut serta besok arahan vidcon kapolri di polda. Jadi terkait kegiatan reskrim ngga terlalu monitor. Bapak bisa langsung ke kasat reskrim yg pimpin RJ tadi”, terang Kapolres melalui chatt Whats’App (3/4).

Kendati demikian, hingga berita ini tayang, baik Humas maupun Kasatreskrim belum memberikan keterangan kepada awak media dimana pesan teks wartawan hanya dibaca.

Diberitakan sebelumnya oleh banyak media, 2 orang wartawan yang menjadi korban pemukulan oleh oknum Kades dan eks Kades Batu Ampar Guluk-Guluk di Sumenep, telah menyelesaikannya melalui RJ dengan konpensasi uang kepada korban sebesar 150 juta.(Hartono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *