foto ; ilustrasi
TROL, Jakarta – Mudik adalah tradisi lebaran khas Indonesia. Tradisi mudik di Indonesia sebetulnya sudah ada sebelum zaman Majapahit. Konon, mudik berasal dari bahasa Jawa yakni mulih dilik atau dalam bahasa Indonesia “pulang sebentar”.
Dimasa kini, orang-orang menjalankan tradisi ini dengan berbagai moda transportasi. Ada yang menggunakan bis, kereta api, sepeda motor, mobil, pesawat atau kapal laut. Lalu, bagaimana orang-orang yang hidup ratusan tahun lalu menjalani proses mudik?
Perlu diketahui, kondisi Indonesia masa lalu tidak seperti sekarang. Tidak semua penduduknya merantau. Kebanyakan penduduk masih bergantung pada ekonomi lokal wilayahnya. Namun, ada beberapa suku yang punya tradisi merantau, seperti Bugis dan Minang.
Sebetulnya, alat transportasi yang dilakukan oleh para perantau untuk pulang kampung tergantung perkembangan teknologi di masanya. Jelas, di kala teknologi masih nihil, maka mereka menggunakan alat transportasi tradisional.
Dalam paparan Arsip Nasional Republik Indonesia, alat transportasi tradisional yang kerap dipakai penduduk Indonesia di masa prakolonial atau kerajaan adalah kuda, pedati, gerobak, perahu bahkan berjalan kaki. Jalan kaki memang cara paling mudah di masa lalu.
Hingga akhirnya itu semua berubah ketika kereta api muncul. Rudolf Mrazek dalam Engineers of Happyland (2006) menjelaskan pada 1867 masyarakat Indonesia memiliki variasi transportasi baru, yakni kereta api. Kereta api pertama di Indonesia adalah rute Semarang-Temanggung yang didirikan untuk mengangkut hasil bumi.
Seiring waktu, kereta pun lambat laun juga digunakan untuk mengangkut manusia. Apalagi di awal abad ke-20 atau tahun 1900-an, mulai banyak migrasi manusia ke perkotaan karena menyempitnya lahan pertanian di desa. Kondisi ini didorong pula oleh kebijakan transmigrasi dari politik etis yang membuat orang-orang bermigrasi secara besar dari kota ke kota lain.
Karena ada arus migrasi yang besar inilah, sudah pasti saat perayaan Lebaran mereka akan mudik. Akibat sejak tahun 1900-an jalur kereta api di Jawa sudah semakin banyak dan menjadi pilihan transportasi pemudik.
Dalam catatan Rudolf Mrazek, diketahui kalau penduduk pribumi Jawa lebih suka bepergian dengan kereta api dibandingkan dengan orang-orang Eropa, begitu juga saat mudik. Waktu tempuh yang lebih cepat dan hemat tenaga menjadi dua alasan utama mereka menyukainya ketimbang bepergian menggunakan kuda atau dokar.
Kini, kereta api juga jadi salah satu moda transportasi favorit pemudik. Pada 2024, Kementerian Perhubungan memprediksi ada 7 juta orang yang naik kereta api untuk mudik.(*)