Tiga Diduga Pelaku Penganiayaan, Belum Diperiksa APH

Foto: dok transindonesia

TROL, Sumenep – Tiga Pelaku penganiayaan terhadap seorang tunanetra terjadi di wilayah hukum Polsek Batang-batang/Polres Sumenep. Korban bernama Suhaniya (tunanetra), diduga dianiaya oleh tiga pelaku. Seorang diantaranya dengan membawa senjata tajam yang diketahui bernama Misna.

Berdasarkan informasi yang dihimpun media menyampaikan, bahwa penganiayaan pada Rabu, 22 Mei 2024 sekira pukul 14.00 WIB.

Misna mendatangi ke rumah korban (Suhaniya), menanyakan tentang pencairan dana MEKAR. Kemudian korban menjelaskan kalau ada anggota mekar yang belum melunasi pembayaran, sehingga pencairan ditunda sampai dengan esok harinya.

“Namun si pelaku, langsung berkata-berkata kasar kepada korban, dasar buta kamu, sembari memukul kepala si korban yang merupakan tunanetra, namun sesaat tetangga datang untuk melerai, kemudian pelaku langsung mengeluarkan sebilah celurit yang disembunyikan di balik baju pelaku.

Beruntungnya warga sekitar melerai dan celurit tersebut langsung diserahkan kepada pihak Kepala Desa, dengan harapan untuk dilakukan mediasi, tetapi tidak ada sikap dari pihak Kepala Desa,” ucapnya, Senin 27 Mei 2024.

Dia menambahkan, Kamis 23 Mei 2024 sekitar jam 07.00 WIb, Misna membawa 2 orang pelaku yang bernama Tohir dan Siti Fadilah kembali lagi ke rumah korban, sehingga terjadi pengeroyokan di dalam rumah korban untuk yang kedua kalinya, sehingga korban mengalami luka di wajah, lebam di punggung dan luka gigitan serta luka cakaran yang diakibatkan penganiayaan ketiga pelaku.

“Setelah korban dilerai oleh pihak tetangga, korban berada di dalam rumah. Ketiga pelaku yang ada di luar, diketahui Misna membawa pisau yang diambil oleh Siti Fadilah dari bahu Misna untuk ditusukkan kepada korban yang berada di dalam rumah, namun pisau tersebut langsung diamankan oleh tetangga,” pungkas narasumber.

Kemudian, korban langsung dibawa ke Kantor Polsek Batang-batang oleh tetangga korban untuk melaporkan kejadian tersebut dan akhirnya pihak korban dilakukan visum oleh pihak Polsek Batang-batang ke puskesmas setempat. Tapi sampai saat ini belum ada info perkembangan laporan tersebut.

Mengacu pada regulasi hukum yang berlaku, kasus penganiayaan tersebut bisa diproses berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – Pasal 351: Mengatur tentang tindak pidana penganiayaan. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Pasal 170: Mengatur tentang kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas – Pasal 145: Menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan/atau perlakuan salah lainnya terhadap penyandang disabilitas, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951  – Pasal 2 ayat (1): Mengatur tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin. Pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Dengan regulasi yang jelas ini, diharapkan pelaku mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan memberikan efek jera bagi siapapun yang berniat melakukan kejahatan serupa. Masyarakat juga diimbau untuk tetap waspada dan segera melaporkan kepada pihak berwajib jika melihat tindak kekerasan di sekitar mereka.

Kepolisian harus bisa memberikan perlindungan khusus kepada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, dan memastikan bahwa hak-hak mereka dijaga dengan baik sesuai dengan hukum yang berlaku.

 

(hartono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *