foto: ilustrasi/ist
TROL, Jakarta – Harga sejumlah bahan pangan hingga saat ini seolah sulit turun dan terpantau bertahan tinggi atau lebih mahal dibandingkan tahun 2022 lalu. Seperti harga beras, bawang putih, daging, juga harga gula.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi pun mengungkapkan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait harga pangan. Yang diharapkan bisa menjaga kestabilan harga sembako.
Di sisi lain, Arief mengatakan, pergerakan harga tak terlepas dari pasokan bahan pangan tersebut.
“Harga tentunya tidak terlepas dari pasokan. Kemudian kolaborasi semua pihak termasuk kementerian, lembaga, BUMN, BUMD, private sectors (swasta), dan pemerintah daerah. Memang kuncinya salah satunya adalah gerakan kebersamaan kita semua,” katanya,Jumat (14/7).
“Jadi Pak Presiden perintahnya itu harga wajar di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen. Memang ini yang satu per satu kita detailkan,” ungkap Arief.
Dia mencontohkan, pergerakan harga Jagung. Dimana, harga jagung saat ini terpantau dalam tren kenaikan ke kisaran 6 ribu per kg harga beli peternak. Peternak pun telah mengeluhkan kenaikan harga Jagung sebagai pemicu lonjakan biaya produksi peternakan.
“Sebagai contoh harga Jagung. Berapa biaya produksinya, marjin wajar petani berapa? Kemudian komponen lain, variable cost ya, biaya transportasi sampai ke pedagang atau peternak, karena biasanya dipakai pakan peternak ayam baik broiler atau petelur,” ujarnya.
“Itu semua dihitung secara seksama dan ini melibatkan semua stakeholder di bidang pangan khususnya produk tertentu. Sehingga angka-angka ini yang kita pakai sebagai harga acuan pembelian atau pun harga acuan penjualan,” jelas Arief.
Hal itu juga, imbuh dia, yang jadi pertimbangan pemerintah menaikkan sekitar 20 persen harga pembelian pemerintah (HPP). Meski diakui keputusan pemerintah itu akan menghasilkan tren harga baru di pasar.
“Itu memang harga keseimbangan baru,” katanya.
“Jadi jangan sampai kita fokus di hilir tapi tidak kita tidak perhatikan di hulunya. Karena nanti bisa jadi saudara-saudara kita, petani atau peternak, berhenti bertani atau beternak karena bangkrut. Sehingga angka yang wajar harus pikirkan sama-sama,” pungkas Arief.(*)