TROL, Sumenep – Arsan, kepala desa Kangayan, kecamatan Kangayan kabupaten Sumenep, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penggunaan ijazah palsu. Arsan diduga menggunakan dua ijazah berbeda, yaitu ijazah MTS Nurul Islam dan ijazah Paket B dari PKBM Madilaut, saat mengikuti pemilihan kepala desa pada tahun 2014 dan 2019.
Berdasarkan informasi yang beredar, ijazah MTS Nurul Islam digunakan oleh Arsan dalam pemilihan kepala desa tahun 2014, sedangkan ijazah Paket B dari PKBM Madilaut digunakan pada pemilihan tahun 2019. Kasus ini kini sedang dalam proses penyidikan pihak kepolisian untuk mengungkap kebenaran di balik penggunaan ijazah tersebut.
Namun, proses hukum yang berjalan saat ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Mulyadi, Ketua Pengawasan Mercu Sosial Impact, mengungkapkan bahwa proses hukum yang lambat bisa membuka celah untuk manipulasi. Ia mengungkapkan kekhawatirannya, “Saya khawatir proses ini mengulur waktu untuk mencari celah. Saya memiliki salinan dari kedua ijazah tersebut. Menurut saya, ijazah MTS Nurul Islam patut dicurigai karena pembuatannya pada tahun 2006 dan ada tanda tangan ABD Siam yang saat itu menjadi kepala sekolah di MTs tersebut.”
Mulyadi juga menambahkan bahwa ijazah dari PKBM Madilaut kemungkinan besar asli, namun ia khawatir pihak kepolisian mungkin akan lebih fokus pada ijazah yang dianggap asli dan mengabaikan ijazah yang diduga palsu.”Saya sudah melaporkan hal ini kepada Wasidik Polda Jatim melalui Dumas pada tanggal 22 Juni 2024 dan akan memberi tembusan ke Mabes Polri,” ujarnya,Kamis (28/8).
Sementara, Widiarti Kasubag Humas Polres Sumenep saat dikonfirmasi media ini menungkapkan bahwa, yang bersangkutan Arsan Kades Kanga sudah di periksa tinggal menunggu tahap I.
“Arsan Sudah diperiksa tinggal menunggu tahap I satu”. Ungkap Widi ke media ini.
Setelah disinggung soal dugaan keterlibatan dulsiam mantan sekretaris PKB, dirinya menyampaikan bahwa lagi mengikuti zoom meeting.
Kasus ini telah menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai transparansi dan kecepatan proses hukum. Masyarakat merasa penting untuk tetap waspada dan mengawal kasus ini agar dapat diselesaikan secara adil dan transparan. Beberapa pihak juga meminta adanya pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bahwa tidak ada manipulasi atau kepentingan tertentu yang mempengaruhi jalannya proses hukum.
Bahkan Kurniadi pengacara yang memiliki julukan Raja Hantu, minta agar Polres Sumenep mengusut kasus ini dari tahun 2014.
“Jika Polres mengusut kasus ini, maka harus dimulai dari tahun 2014, sebab, jika diusut dari 2019, maka mantan Sekretaris PKB itu, akan dapat ditelisik keterlibatan pihak lain”, ujar Raja Hantu.
Dengan status Arsan sebagai tersangka, banyak pihak berharap agar kasus ini dapat segera terpecahkan dan diusut sampai tuntas ke akarnya. Publik juga berharap agar penegakan hukum dalam kasus ini dilakukan secara objektif dan tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang mungkin ada di luar jalur hukum.
(hartono)