foto : demonstrasi perangkat desa barang/antara
TROL, Batang – Tercatat ada perangkat desa yang tergabung di Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dari 3 kabupaten, 2 propinsi, yang melakukan aksi unjuk rasa.
Dimulai pada hari Senin (18/3) lalu, PPDI Pangandaran dan PPDI Ciamis Jawa Barat melakukan aksi yang hampir berbarengan.
PPDI Pangandaran yang dipimpin Dede Wahyu, melakukan aksi melepas seragam Pakaian Dinas Harian (PDH), yang biasa dipakai perangkat desa pada hari kerja Senin dan Selasa, sebagai simbol perlawanan atas tidak berpihaknya Kementerian Dalam Negeri kepada perangkat desa.
PPDI Ciamis pada hari yang sama juga melakukan aksi massa melepas atribut/emblem Kementerian Dalam Negeri yang terpasang di baju PDH mereka. Aksi dari PPDI Ciamis ini meski tidak terpusat di satu lokasi, tapi dilakukan di Kantor Desa masing-masing perangkat desa.
Selanjutnya Rabu (20/3) giliran PPDI Batang yang melakukan aksi keprihatinan perangkat desa yang berlangsung sedari pagi sampai siang di halaman Pendopo Rumah Dinas Bupati Batang.
Aksi yang dilakukan perangkat desa kabupaten Batang ini bukan lagi sekedar melepas atribut Kemendagri di baju PDH mereka, tapi lebih ekstrem lagi dengan membakar baju PDH.
Menariknya, dari aksi massa yang dilakukan oleh PPDI ketiga kabupaten kabupaten ini mengusung isu yang sama, yaitu ketidak keberpihakan Pemerintah terhadap nasib dan kesejahteraan perangkat desa.
Perjuangan status perangkat desa yang seakan tidak “digubris” pemerintah dan DPR dalam pembahasan revisi UU Desa, ditambah lagi dengan pernyataan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada akhir pekan yang lalu, tentang perangkat desa yang tidak mendapat alokasi THR dari APBN Pusat, semakin membuat kecewa perangkat desa.
Dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan dan MenPan RNB terkait THR untuk PNS dan PPPK, pada akhir pekan lalu, Jum’at (15/3/), Mendagri memang mengatakan Perangkat Desa dan Tenaga Honorer tidak mendapatkan THR, karena perangkat desa tidak masuk dalam UU ASN.
Hal ini diperparah dengan keterlambatan proses pencairan penghasilan tetap (siltap) perangkat desa sampai berbulan-bulan, tentu semakin membuat “jiwa memberontak” dari pamong desa ini semakin bergejolak.
Sama-sama sebagai pelaksana tugas-tugas pemerintahan, perangkat desa seakan di”anak-tirikan” oleh pemerintah pusat. Bayangkan saja jika apa yang sekarang ini dialami oleh pegawai di instansi lain, tentu sikap dan tindakan yang sama akan dilakukan oleh pegawai tersebut.
Bukan tidak mungkin aksi-aksi yang dilakukan oleh PPDI Pangandaran, Ciamis dan Batang ini akan terjadi juga di wilayah lain, mengingat ketidak adilan yang diterima perangkat desa ini juga terjadi di wilayah lain di penjuru negeri.
Apalagi dalam Rakornas PPDI di Pekalongan akhir pekan yang lalu, disepakati setelah lebaran akan ada Aksi Besar-Besaran di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, untuk mempertegas kembali perjuangan perangkat desa yang termarginalkan dalam pembahasan revisi UU Desa.(*)
* ppdi. or. id