Opini  

Supir ugal-ugalan depan Dinas Pendidikan.

                          Oleh: Fauzi As.

Lembar IX

TROL – Seorang supir taksi ditilang Polisi, sebelumnya dia dikejar karena melawan arus searah.

Polisi berhasil menghentikan sang supir di depan Kantor Dinas Pendidikan, supir taksi diinterogasi ditanyakan surat-suratnya.

Polisi : Mana STNKnya..?

Supir : ini pak “sang supir membuka dompetnya sambil memberikan STNK.”

Polisi : Ini kok STNK kendaraan roda tiga, bukan STNK Mobil..?
Kamu jangan main-main. “kata pak polisi dengan nada kesal”

Supir : Iya roda tiga ke roda empat itu kan cuma kurang satu roda pak,.. “Jawab sang supir dengan entengnya”

Polisi : SIM kamu mana..? “Lanjut polisi bertanya.”

Supir : Ini pak SIM bapak saya. “Supir memberikan SIM yang atas nama bapaknya”

Polisi : Kamu ini main-main ya, sudah gak ada STNK gak punya SIM juga.

Supir : Loh bapak jangan sembarangan, itu STNK  roda tiga punya Ibu saya, SIM itu juga punya bapak saya, saya ini anak tunggal. “Ungkap supir itu dengan nada tinggi.”

Poilisi : Terus kalau begitu apa hubungannya dengan mobil ini..? “polisi balik bertanya.”

Supir : Loh bapak tidak pernah mondok..? dalam hukum waris anak tunggal seperti saya yang menjadi ahli waris barang beserta surat-suratnya, itu kan belum saya balik nama saja masih atas nama orang tua. “ungkap supir itu dengan melawan.”

Pak polisi dengan wajah kesal, tidak melanjutkan pembicaraan lagi, ia langsung mengeluarkan buku tilang dan Bolpoinnya,

Supir : Pak Jangan ditilang saya damai saja, “Katanya sambil mengeluarkan uang seratus ribuan tiga lembar.”

Polisi : Ooh.. kamu mau nyogok polisi? “tanya pak Polisi itu dengan nada membentak.”

Supir : Tidak pak Waktu saya mondok dulu,
Hukum sedekah adalah *Sunah muakkadah* “Sunah yang sangat dianjurkan.” Namun pada kondisi tertentu sedekah bisa menjadi wajib, dan sekarang ini saya wajib. “kata sang supir menjelaskan.”

Cerita diatas adalah tentang ketidaktahuan supir taksi, bahwa dalam setiap identitas ada aturan yang mengikat.

Dia menerapkan ilmu pengetahuan tidak pada tempatnya, hukum waris, anjuran bersedekah, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan status dia sebagai supir dan pengendara.

Saya membayangkan, seandainya itu analogi bagi supir Dinas Pendidikan, betapa bahayanya menjadi supir yang tidak tahu arah jalan, tidak hanya membahayakan penumpangnya, tetapi juga menebar bahaya bagi pengguna jalan lainnya.

Dia tidak punya SIM, STNK-pun cocok untuk kendaraan lain.

Protes aktivis tentang pengangkatan Agus Dwi Saputra sebagai Kepala Dinas Pendidikan kini sudah terasa, kebijakannya dianggap ugal-ugalan, melawan arus dan membahayakan.

Dulu sempat ada kritikan bahwa Agus Dwi Saputra dianggap tidak layak dan memenuhi syarat untuk menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan.

Salah-satu yang masih saya ingat adalah, “Agus” tidak memenuhi persyaratan yang di atur oleh Permendikbud No. 7 Tahun 2017 serta Peraturan Bupati Sumenep Nomor 38 Tahun 2021 pun tak dijadikan pedoman.

Padahal produk hukum tersebut menjadi landasan bagi proses mutasi di Kabupaten Sumenep, bukan sekedar bungkus kacang. Jadi terasa wajar, dianalogikan sebagai supir taksi tanpa SIM.

Sehingga penumpang seperti guru tidak tetap eks K2, pegawai tidak tetap eks K1, dan pegawai tidak tetap eks K2, tak ada yang berani protes, saat supir ngebut melawan arus mereka hanya memejamkan mata menahan rasa khawatir.

Data tentang Honorarium Tahun 2022 yang berjumlah belasan milyar, uangnya entah dimana.

Salah-satu teman saya yang punya akses terhadap beberapa Kepala SMP Negeri dan Swasta, menanyakan tentang anggaran honorarium itu, dan semua menjawab anggaran itu belum diterima,

Tidak sedikit, Total Rp 13.482.000.000, yang bersumber dari APBD, dan tidak sedikit pula para kepala sekolah yang merasa terbebani, salah satu dari mereka menjelaskan tentang kejanggalan-kejanggalan  yang terjadi.

Contoh, surat undangan kepada jajaran MKKS Negeri dan Swasta di Kabupaten Sumenep, hanya berselang satu hari dari acara. Tanggal 12 Desember undangan di sebar, tanggal 13 Desember acara.

Sementara perwakilan dari Dinas Pendidikan tidak bisa memberikan penjelasan apa-apa, yang terlontar hanya kata maaf saja.

Pertemuan tanpa kehadiran sang Kadis menghasilkan ungkapan pilu, malu, para undangan bubar dengan penuh kecewa.

Sumenep 26 Desember 2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *