Opini  

Kritik Upland Hadiah Amplop

                      ( Oleh : Fauzi As )

Lembar XII

TROL – CC Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian/Kementerian Pertanian.

Tulisan dibeberapa media online yang memuat Program UPLAND pada 2021 lalu membuat saya sebagai putra daerah merasa senang, waktu itu seolah petani akan mendapat rezeki berupa durian runtuh.

Bupati Achmad Fauzi menandatangani Perjanjian Hibah Daerah (PHD) untuk program UPLAND antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten Sumenep di Jakarta pada Rabu (24/03/2021).

Sumenep kota Hoki di kota ini APBN mencari Koki.

Tujuan dari kegiatan Upland ini sangat mulia. Pertama meningkatkan produktivitas pertanian di dataran tinggi.

Kedua tentu untuk meningkatkan pendapatan yang berujung pada kesejahteraan petaninya.

Sedikit flashback mengingatkan rekan-rekan aktivis dan insan pers, cerita dalam konten derita pada acara panen raya.

Acara yang dihadiri pejabat teras Sumenep pada Maret lalu, tepatnya di dataran tinggi desa Basoka Kecamatan Rubaru pada Rabu, 2-04-2022.

Wajah buruk Upland didandani sedemikian rupa, panen raya yang dipublikasi secara berlebihan menyisakan bau dan luka.

Pejabat Swafoto Memanen Bawang Tetangga

Hari kamis tanggal 3 maret 2022 saya dihubungi beberapa teman yang menyampaikan informasi bahwa bawang yang dipanen Bupati beserta Forkopimda itu bukan bagian dari program UPLAND, bahkan bawang yang ditanampun bukan bibit hasil bantuan. “Berdasarkan penuturan pemilik lahan.”

Namun saat mendengar hal itu saya pun masih ragu-ragu, otak di kepala masih mencoba membela.

Mana mungkin Dinas Pertanian berbuat seceroboh itu?

Bukankah ini mempertaruhkan nama baik Bupati?

Dengan rasa ragu saya pun mencoba menelepon beberapa orang yang terdaftar menjadi anggota kelompok penerima bantuan program Upland.

Rata-rata jawaban mereka sama, anggota kelompok tani sedang dalam keadaan duka.

Contoh yang terjadi pada anggota Poktan “Cmr”, berinisial KR dan RF, mereka mengatakan bibit bantuan busuk sebelum ditanam, dan hasil panen dari bibit sendiri hanya laku dengan harga Rp 8.000.000.

Namun saya belum cukup yakin dengan penjelasan itu, akhirnya saya turun sendiri bersama TIM mami muda, wawancara secara langsung dengan anggota poktan lainnya, lagi-lagi jawaban mereka sama, bahkan mereka menjelaskan bahwa bibit dari hasil bantuan UPLAND hanya bersisa satu ember saja.

Ketertarikan saya kian bertambah untuk menyisir beberapa kelompok penerima lainnya.

Misalnya anggota kelompok “Jkt” beberapa orang memberikan penjelasan yang sama, mereka juga menyampaikan keluhan bahwa bibit bawang yang diterima dari Program UPLAND busuk sebelum ditanam.

Banyak lagi anggota kelompok lain yang senasib namun terlalu panjang jika diuraikan semua, intinya pendapat para petani UPLAND gagal tahap pertama.

Berdasarkan temuan di lapangan, saya memberikan masukan melalui Kadis, Manajer UPLAND dan beberapa orang lainnya, tapi nampaknya tak ada perubahan yang signifikan, UPLAND seolah dibiarkan jadi bancakan oknum yang kelaparan.

Kritikan saya lewat sejumlah media menerbangkan Amplop kemana-mana.

Yang membuat saya merasa miris ternyata orang yang punya posisi dan fungsi strategis dalam program UPLAND, mengaku tidak pernah dilibatkan.

Begini Jawaban Pejabat UPLAND.

Aii
Engkok mon eolok soro acaca UPLAND siap kapan saja kak. Artinya (Aii saya kalau dipanggil suruh bicara UPLAND siap kapan saja kak)

Masalahnya, urusan teknis dan yang paling teknis saja saya tak pernah diajak.

Coba saja dicek Dinas, mik pola bedeh engkok bile urusan kebijakan UPLAND Full dinas. (Barangkali ada saya, ketika urusan kebijakan UPLAND).

Sangat disayangkan pejabat yang diangkat dan dibayar Khusus mengelola Program UPLAND tidak tahu apa-apa. Padahal ia memiliki kewenangan dan garis komando.

Sedikit mengulas Pedoman Teknis Administrasi Keuangan UPLAND, khususnya pada BAB IV Tentang Pengelolaan Keuangan Dana On Granting, poin 4.2 Hubungan Antar Lembaga Dalam Hibah Daerah pada huruf H. Bahwa Kementerian Pertanian, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.

Inilah yang harus ditindaklanjuti oleh para aktivis sebagai bahan evaluasi oleh Kementerian Pertanian.

Begitulah Wajah UPLAND, saya pun ikut merasa janggal dan jengkel, anggaran yang begitu besar seolah menjadi musibah bagi penerima.

Ditambah lagi promosi kesuksesan program UPLAND pada tahap berikutnya, seolah oknum wartawan sedang memutar fakta.

Beberapa data yang saya kumpulkan, UPLAND jauh dari prestasi, dan saya pun menghubungi beberapa media yang mempublish kegiatan UPLAND minggu lalu.

Nuranimu jangan terbeli, uang jangan menjadi tujuan utama, yang utama adalah perbaikan dan memperjuangkan nasib para petani.

Kalau tujuan pertama itu tercapai, dapat rezeki dari situ silahkan dibawa pulang.

Sayapun mendapat pengakuan bahwa beberapa oknum wartawan itu mendapatkan jatah bulanan, mereka dibayar dengan jabatan pihak eksternal.

Tentunya dengan angka yang cukup menggiurkan, entah ADV atau MMF “muter-muterin Fakta”.

Dari manakah anggarannya!
Siapa Saja Pemain dan Penerimanya?

Begitulah Sumenep Kota Sakti, Amplop-Amplop Jadi Solusi.

Akan lebih menarik jika diulas secara mendalam pada lembar-lembar berikutnya.
Hanya saja sebelum tulisan ini muncul, saya didatangi beberapa Aktivis dan APH, mereka menyarankan laporkan dan lampirkan datanya, tulisan media di kota ini takbegitu bermakna  berangkat ke Jakarta “ungkapnya”.

Sayapun menjawab, gak lah…saya hanya menyampaikan protes sebagai anak seorang petani, jika ada yang mau melaporkan adanya dugaan penyimpangan ini, saya akan berikan semua data-datanya. “Jawaban saya pada malam itu.”

Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Sumenep, 5 Januari 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *