Oleh: Fauzi As Lembar XXIX
(Episode III Pilgub Jatim)
UMKM Untung Minim Kena Maling, Jika pemberdayaan UMKM hanya dalam video, dan pelaksananya hobi tiktokan, maka outputnya viewers dan buzzer, selama ini UMKM matanya mengalami kedutan karena namanya disebut-sebut oleh pejabat tiktoker.
Membandingkan kebijakan Bupati Sampang dan Sumenep, dari dua Kabupaten ini kekuatan APBD-nya hampir sama.
Meski APBD Sampang relatif lebih kecil, tetapi saya melihat H. idi lebih serius memberdayakan UMKM di daerahnya. Keseriusan Bupati Sampang ini dapat kita lihat salah-satunya UMKM yang ditampung pada Alun-alun yang baru, yaitu Alun-alun Trunojoyo, mereka difasilitasi tempat yang sangat strategis untuk berjualan.
Di Sumenep UMKM seperti kehilangan tempat berjualan, UMKM/PKL yang dulu sempat direlokasi dari taman kota, mengeluhkan pendapatan sangat jauh berkurang, akhirnya sejumlah PKL mencari tempat yang lebih strategis, salah satunya berpindah pada jalan Trunojoyo, nasib PKL yang selalu berbenturan dengan SATPOLPP sudah ramai dalam pemberitaan, selain itu kira-kira empat hari lalu PKL bertengkar sesama PKL-nya karena berebut tempat berjualan, dan kita tunggu kira-kira video apa lagi yang akan dibuat oleh Bupati.
UMKM “Untung Minim Kena Maling”
Judul di atas adalah kisah nyata, yaitu UMKM yang berjualan kue cucur di tempat hiburan rakyat, (arisan hadrah mingguan). “Salama” ia seorang nenek sepuh yang sejak mudanya menekuni bisnis cucur dan kerupuk cengi (kerupuk sambal) , nenek “Salama” berjualan dari satu tempat ketempat yang lain, ia rutin berjualan mengikuti jadwal arisan hadrah kerumah-rumah warga.
Malam itu nenek “Salama” merasa jualannya akan laris karena dari awal sudah dikerumuni banyak anak muda, cucur yang selesai dia goreng diletakkan pada nampan lebar yang terbuat dari seng kuno, nampan itu sudah terlihat penuh gorengan, namun nahas tiba-tiba lampu teplok yang dia bawa sebagai penerang mendadak mati.
Nenek “Salama” bingung dia meraba-raba mencari korek untuk menyalakan lampu teploknya, namun sebelum koreknya ditemukan tiba-tiba gerombolan pemuda itu merangsek dan mengatakan saya mau beli nek.., saya mau beli.., nenek Salama yang kebingungan hanya merasa ada lemparan koin pada nampan di sampingnya.. tanpa menaruh curiga nenek “Salama” membagikan plastiknya pada pemuda yang ia yakini melempar uang koin di dekatnya.
tak berselang lama datang pembeli lain ia menanyakan “ini kok gelap nek” sambil menghidupkan senter di tangan kanannya, melihat lampu teplok “Salama” yang mati ia langsung merogoh saku mengambil korek dan menghidupkan teplok nenek tua itu.
Setelah teplok menyala nenek “Salama” baru sadar kalau nampannya hanya penuh batu kerikil dan satu buah uang koin.
Begitulah ternyata pemuda yang berkumpul tadi merencanakan pencurian gorengan, teplok nenek yang mati itu bukan tertiup angin melainkan sengaja ditiup oleh gerombolan maling.
Kisah nenek Salama di atas sudah terjadi duapuluh tahun yang lalu, namun cerita itu kok sepertinya terulang pada tahun ini, yaitu nenek “Salama” dengan versi yang berbeda, nasib nenek “Salama” mirip dengan nasib pelaku UMKM di Sumenep, keluhan beberapa orang yang menitipkan produknya pada Mall UMKM mengeluh tidak dibayar oleh pihak pengelola.
Cerita tentang Mall UMKM ini berawal pada Senin 27 Juni 2022. Bupati Sumenep Melaunching Pusat Oleh-oleh (Mall UMKM) memang lokasi itu sangat strategis karena berada di area pendopo Keraton Sumenep.
Namun sejak awal berjalan Mall ini sudah memicu barbagai masalah, dari terusirnya UMKM yang berjualan nasi, dan kini ditambah lagi dengan UMKM yang bernasib hampir mirip dengan “Nenek Salama”.
Nasib UMKM ini produknya juga tidak dibayar lunas oleh pihak pengelola, beberapa UMKM yang menjadi mitra pada Mall itu mengeluh bingung.
Saya yakin Dinas terkait dalam hal ini Disperindag bisa saja lepas tangan, mungkin saja alibi mereka bahwa Mall itu sudah dalam pengelolaan koperasi pihak ketiga, tetapi yang perlu diperhatikan, ini soal keberpihakan, ini juga menyangkut keberlangsungan program dan janji Bupati
bahwa keberadaan Mall UMKM itu untuk mendukung tercapainya UMKM naik kelas, dalam pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi usahanya masing-masing,” itu kata-kata Bupati Fauzi di sela-sela peluncuran Mall UMKM.
Padahal kendala UMKM di Sumenep itu dapat dituntaskan jika Bupati serius mengevaluasi program-programnya.
Usaha Mandeg Kehabisan Modal “UMKM”
Usaha Macet Kurang Manajemen “UMKM”
Untung Minim Kena Maling “UMKM”
Paling tidak dari tiga msalah itu yang betul-betul mendasar yang harus dicarikan solusinya.
Terbaru viral dipemberitaan sejumlah pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Sumenep berunjukrasa ke Pemkab. Mereka menuntut agar layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) dibubarkan dan aplikasi e Katalog 5.0 dihapus.
Menurut mereka keberadaan aplikasi e katalog 5.0 dinilai tidak menguntungkan pelaku UMKM. Saat pengadaan barang, diduga ada yang sengaja mengambil dari luar Sumenep. Padahal UMK Sumenep mampu mengerjakannya.
Begitu catatan sederhana ini saya tulis dalam perjalanan dari luar kota, sambil menikmati wisata banner Bupati Sumenep dengan tagline Madura Harus Sejahtera.
Janji tinggal janji, janji produksi seragam SD.
Janji Tinggal Janji, Janji Wira Usaha Santri.