Opini  

Korupsi “Lakar La Nyaman”

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq

KEJAKSAAN Negeri Pamekasan sedang menjadi bahan tertawaan koruptor-koruptor, karena tak mampu memangkas kenakalan para peletak aral yang merintangi penegakan hukum.

Lakar La Nyaman itu bahasa Madura, artinya: Memang Enak. Kalau dikaitkan dengan tema bisa punya makna “miring”, yaitu: Korupsi Memang Enak.

Tapi, Lakar La Nyaman itu digunakan untuk menyebutkan suatu tempat. Pasar Desa Laden yang berdiri Pertokoan dengan sebutan nama Pertokoan Lakar La Nyaman.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah/APIP di Inspektorat Pamekasan, yang punya tupoksi pengawasan, terasa seperti tempat berlindung pelaku-pelaku kejahatan kerah putih dalam skala paling fundamental.

Kejari dinilai terlalu lemah untuk menegakkan hukum pada pelaku yang setiap hari membusungkan dada, seolah-olah ingin bilang Kejari itu berada di bawah ketiaknya. Inspektorat dalam genggaman dan Polri sahabat dekat.

Hukum seolah tak berlaku bagi dirinya. Karena itu publik harus menguji, benar atau tidak.

Untuk menguji itulah Desa Laden menjadi salah satu yang memulai.

Alimuddin adalah Kepala Desa Laden Pamekasan saat ini, yang menang lewat mekanisme demokrasi. Dipilih langsung oleh rakyat.

Fathorrahman adalah Kepala Desa Laden Pamekasan yang menjabat sebelumnya.

Saat ini, Desa Laden menjadi simbol demokrasi desa yang hidup, dinamis dan sekaligus miris.

Alimuddin sebagai Kepala Desa terpilih menggantikan Fathorrahman tidak pernah menerima aset-aset, dokumen-dokumen atau arsip Desa, kecuali kantor Desa tanpa isi. Seluruh dokumen raib.

Jadi, sebagai Kepala Desa terpilih, ibarat masuk ruang gelap, perlu penerangan. Ia tidak mau mempermasalahkan secara hukum, katanya agar Desa kondusif.

Tak lama kemudian, Alimuddin berhentikan perangkat-perangkat bermasalah, yang terlibat politik praktis, yang bertindak tanpa kendali Kades, merugikan warga dan dinilai bertentangan dengan ketentuan hukum.

Lalu, Alimuddin digugat ke Pengadilan Negeri Pamekasan. Namun gugatan mereka dinyatakan Tidak Diterima oleh lembaga peradilan. Setelah itu banding, Tidak Diterima lagi. Kasasi hasilnya sama, Tidak Diterima.

Akhirnya, Alimuddin menang dan berhasil mematahkan gugatan perangkat yang dinilai tak cukup syarat formil. Dibentuklah perangkat baru yang dapat menopang pembangunan di Desa Laden.

Berikutnya, perangkat-perangkat Desa yang diberhentikan belum puas. Mereka menguji pemberhentian melalui Pengadilan Tata Usaha Negara setelah sebelumnya melakukan tahap upaya keberatan kepada atasan Kepala Desa.

Namun, gugatan ke PTUN juga Tidak Diterima. Banding, Tidak Diterima lagi. Perlawanan perangkat-perangkat bermasalah itu akhirnya tamat.

Fathorrahman berperan sebagai saksi yang menguatkan perangkat-perangkat bermasalah itu ketika di Pengadilan Negeri Pamekasan, lalu isterinya berperan pula sebagai saksi yang menguatkan perangkat dalam sidang di PTUN Surabaya.

Meski kalah, bayang-bayang Fathorrahman terlihat cukup jelas berdiri di belakang layar permainan.

Masalah Desa Laden belum selesai. Pajak-pajak rakyat bertahun-tahun nunggak. Padahal sudah dipajaki dimasa Fathorrahman menjabat. Tanah Kas Desa dibangun jalan beraspal dan cukup luas, namun hanya menguntungkan pemilik perumahan Lakar La Nyaman milik Fathorrahman. Si mantan Kades Laden yang tidak gagah dan gagal perkasa.

Aset-aset Desa Laden, termasuk tanah-tanah kas Desa, tidak jelas dikuasasi siapa. Akhirnya Kepala Desa Laden mengadu ke Kejari, lalu dilakukan Pulbaket dan hasilnya: Fathorrahman diminta kembalikan duit negara yang akhirnya ia patuhi. Perilaku koruptif Fathorrahman, si mantan Kades Laden, aman. Hukum di Kejari Pamekasan tak berlanjut.

Berikutnya, Desa Laden pro aktif meminta agar APIP di Inspektorat Pamekasan melakukan audit terhadap Bumdes Semeru, karena sejak Alimuddin menjabat, tidak ada laporan ke Kades perihal penguasaan dan pengelolaan aset-aset Desa Laden.

Audit Tujuan Tertentu oleh APIP berjalan. Dalam proses audit Bumdes Semeru Desa Laden, muncul lagi nama Fathorrahman.

APIP menilai Fathorrahman sebagai Kepala Desa di masanya, tidak menyetorkan sejumlah uang masuk ke Bumdes Semeru. APIP Inspektorat Pamekasan merekomendasikan agar Fathorrahman mengembalikan ke kas negara. Namun ia tidak mengembalikan.

Bahkan, untuk upaya tersebut, Desa Laden mengundang segenap pengurus Bumdes Semeru dan Fathorrahman, mengundang perwakilan dari Kejari Pamekasan, Forkopimda dan lain-lain secara resmi dengan tujuan agar masalah tersebut selesai dan tidak masuk ke ranah hukum. Tapi hasilnya: Bumdes Semeru dan Fathorrahman tidak hadir.

Sikap tidak hormat terhadap rekomendasi APIP itu akhirnya dilaporkan ke Kejari Pamekasan karena uang negara tidak dikembalikan dalam jangka waktu hingga saat ini lewat satu tahun.

Laporan sudah lewat satu tahun. Lagi-lagi, BUMDES Semeru dan Fathorrahman berlindung di balik APIP Inspektorat. Hasil audit investigasi APIP Inspektorat Pamekasan hanya mengeluarkan informasi bahwa sebelumnya APIP telah melakukan audit tujuan tertentu, namun rekomendasinya belum dilaksanakan. Tak ada lagi.

Atas dasar itu, Kejari Pamekasan keok di bawah ketiak pelaku-pelaku tindak pidana korupsi, meski Pemerintah Desa Laden telah menyodorkan kepada Kejari Pamekasan maupun kepada APIP Inspektorat Pamekasan beberapa bukti asli bahwa dalam pengelolaan Bumdes Semeru Fathorrahman yang menerima pembayaran awal dari semua pembeli dan penyewa toko Lakar La Nyaman. Meski Fathorrahman tak lagi menjabat.

Tapi, APIP Inspektorat tidak memasukkan fakta-fakta tersebut sebagai temuan dalam audit investigasi.

Alasan itulah yang digunakan Kejari Pamekasan sehingga seolah-olah dugaan korupsi Bumdes Semeru yang melibatkan wajah Fathorrahman itu tak jelas. Kejari Pamekasan terasa benar-benar berada di bawah ketiak Fathorrahman dan APIP Inspektorat dalam genggaman. Pelaku-pelaku itu dibiarkan merintangi, lalu Kejari pura-pura tidak mampu melawan. Keok dan pingsan.

Tak lama kemudian, Fathorrahman berada dalam kuda tunggangan bersama LSM KOMAD Pamekasan, aksi demonstrasi ke DPMD Pamekasan lalu mengadukan Alimuddin ke Kejari Pamekasan dengan dugaan memberhentikan perangkat desa Laden dan memotong Siltap perangkat.

Orasi Fathorrahman menggelegar. Ia berkolaborasi dengan pihak-pihak yang berstatus Terlapor ke Kejari Pamekasan. Seolah-olah ingin menunjukkan: *AKU TAK BISA DIHUKUM.*

Karena itu, hari ini Central Political And Religious Studies (CENTRIS) bersama dengan Masyarakat Laden Melawan Korupsi menggelar aksi Unras di depan Kejari Pamekasan, meminta Kejari Pamekasan menangkap oknum-oknum korup Bumdes Semeru Desa Laden. Termasuk Fathorrahman yang telah menjual dan/atau menyewakan pertokoan Lakar La Nyaman, meski ia bukan pengurus Bumdes Semeru dan tak lagi menjabat Kepala Desa Laden.

Uang negara yang masuk ke kantong Fathorrahman nyaris tiga ratus juta lebih. Biasanya, ia akan mengaku bahwa dirinya mendirikan bangunan itu dari uangnya sendiri.

Atas dasar itu, Desa Laden Pamekasan menurut saya adalah potret Desa Bersih, punya nyali ungkap korupsi.

Semestinya, Kejari Pamekasan berterimakasih kepada Kepala Desa Laden bernama Alimuddin. Yang membantu Kejari ungkap itu semua. Bukan malah pura-pura pingsan.

Karena itu, Alimuddin sebagai Kepala Desa Laden, semestinya diberi hadiah berupa dua jalan, yaitu:

Pertama, kembalikan seluruh aset Desa Laden ke pangkuan Pemerintah Desa Laden.

Kedua, jika tidak mau, tangkap segera koruptor Bumdes Semeru Desa Laden, berikut Fathorrahman yang congkak terhadap rekomendasi APIP Inspektorat Pamekasan.

Jika tidak. Tak ada jalan lain. Kami pasti menguji sikap Kejari Pamekasan, baik Seksi Intelejen, Seksi Pidana Khusus, oknum jaksa-jaksa nakal, maupun sikap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan di Kejaksaan Agung. Apakah ada unsur pidana terhadap terduga oknum-oknum jaksa nakal ini, atau terhadap pejabatnya terdapat pelanggaran etik.

Kalau terus begini, Korupsi “Lakar La Nyaman” hanya membuat nyaman penjahat-penjahat pintar berkerah putih. Kami pasti akan terus melawan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *