Tunanetra Dianiaya, PR Besar Kapolres Sumenep

Foto: Suhaniya seorang tunanetra korban penganiayaan sumenep jawa timur dok transindonesia

TROL, Sumenep – Kasus penganiayaan yang diambil alih oleh Satreskrim Polres Sumenep menyita perhatian publik, tak lain korban merupakan penyandang disabilitas (tunanetra-red)

Insiden itu melibatkan tiga pelaku, salah satunya bernama Misna yang diduga membawa senjata tajam, yang menganiaya korban hingga mengalami luka lembam di beberapa bagian.

Pentingnya perlindungan hukum dan keadilan terhadap korban sebab kekerasan terhadap tunanetra merupakan prilaku biadab

Dari peristiwa itu muncul fenomena baru pemberitaan di beberapa media online yang diantaranya dengan judul “Gadis 23 Tahun Asal Batang-Batang Opname 9 Hari Akibat Dikeroyok Suhaniya CS, Sang Kakak Lapor Polisi” seperti diketahui Laporan itu dibuat pada hari Jumat, 31 Mei 2024 sebagaimana Laporan Polisi Nomor :  STPL/05/V/2024/JATIM/RESSMP/SEKBTBT.

Dari pemberitaan media tersebut nampak kejanggalan yang diduga peran dari mafia hukum untuk melemahkan si pelapor, pertama (korban pengeroyokan terhadap tunanetra), karena berdasarkan informasi pada hari Kamis malam 30 Mei 2024, pihak pelaku mendatangi pihak sebuah media tertentu (tidak disebutkan namanya- red) minta untuk mencarikan jalan agar proses hukum pelaporan yang dilakukan oleh tunanetra tersebut tidak diproses, agar para pelaku bebes dari jeratan hukum.

Perlu diketahui, Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas. Penyandang disabilitas, termasuk tunanetra, memiliki hak untuk hidup dengan aman dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan. Di Indonesia, perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan, yang menegaskan pentingnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak mereka.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 5: Penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah. Pasal 145: Setiap orang yang melakukan tindakan diskriminatif dan kekerasan terhadap penyandang disabilitas diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah.

Selain itu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 71: Setiap orang berhak atas perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia termasuk hak untuk hidup, bebas dari perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat. Pasal 72: Negara, pemerintah, dan lembaga hukum bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 351: Tentang Penganiayaan :

– Ayat (1) menyatakan bahwa penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

– Ayat (2) menyatakan jika penganiayaan itu mengakibatkan luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

– Ayat (3) menyatakan jika mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 170: Tentang Kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama :

– Ayat (1) menyatakan bahwa barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

– Ayat (2) menyatakan bahwa jika kekerasan mengakibatkan luka berat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, dan jika  mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Dalam kasus ini, korban yang penyandang tunanetra  mengalami penganiayaan telah melaporkan insiden tersebut kepada pihak berwenang. Namun, ada kekhawatiran bahwa pihak terlapor mencoba menghindari jeratan hukum dengan cara-cara yang tidak etis, termasuk dugaan suap.

Korban dan keluarganya kini meminta bantuan  untuk mengawal proses hukum agar berjalan transparan dan adil. “Kami ingin memastikan bahwa para pelaku mendapat hukuman yang setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar korban.

Untuk penegakan hukum di wilayah Sumenep butuh dukungan dari media massa dan masyarakat sebab untuk memastikan kasus kekerasan terhadap penyandang disabilitas ini agar diproses dengan benar.

Sementara, Sampai saat ini pelaku belum ditahan sehingga membuat kekhawatiran bagi pihak korban.

 

(hartono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *