Opini  

Puasa Digital

Foto : Ilustrasi Digital Media

TROL, Tulungagung- Enframing media digital yang kerap kali kita katakan media sosial kekuatannya sangat dahsyat. Betapa tidak, hanya dengan sekali unggahan saja beritanya bisa tersebar sampai diujung dunia, dan ini lebih berbahaya dibandingkan dengan tehnologi.

Pada umumnya jika teknologi lain, kita yang mengendalikan teknologi tersebut, tetapi media digital tidak, manusialah yang dikendalikan oleh teknologi digital. Lebih parah lagi, teknologi digital mengendalikan manusia tidak hanya atas kekuatan teknologi itu sendiri. Tetapi di ujung sana (tempat entah berantah) ada manusia lain yang mengendalikan teknologi digital untuk kemudian mengendalikan rakyat jelata. Manusia di ujung sanapun pada akhirnya juga dikendalikan oleh teknologi digital. Kekuatan “enframing” dari media digital memang mengerikan.

Puasa pada hakekatnya adalah menahan diri dari hal-hal yang halal, apalagi hal-hal haram. Ramadhan ini moment kita belajar menahannya. Makan, minum, dan hubungan badan di hari biasa adalah perkara halal, tetapi dilarang dilakukan selama puasa Ramadhan, dan puasa pada umumnya (puasa bersifat menahan). Apalagi korupsi, Haram dilakukan kapan pun. Maka dengan belajar di bulan suci ini semoga terus bisa dijauhi selamanya.

Nah saat ini dengan berpuasa, kita bisa tobat digital. Karena dengan menggunakan media digital dengan seimbang demi kebaikan bersama yang sedikit banyak bisa mengendalikan tehnologi digital pada diri kita sendiri.

Puasa di era digital ini, selayaknya, juga perlu dimaknai sebagai puasa digital. Seperti : membatasi konsumsi digital yang tidak berguna, menghindari share informasi yang hoax, fitnah, atau hasutan semata. Namun selayaknya memproduksi informasi-informasi yang bermanfaat penuh makna, hanya informasi yang bermanfaat saja.

Bisa kita ringkas, dosa digital yang sering terjadi dan perlu kita tobat di antaranya adalah:

1. Membaca berita atau melihat konten digital yang tidak layak.
2. Menulis, menyebarkan, bahkan membuat, konten negatif / berita negatif, misalkan hoax atau fitnah.
3. Tidak memproduksi konten positif.

Bentuk tobat kita di antaranya:

1. Menghindari konten yang tidak layak.
2. Tidak menulis, tidak menyebarkan berita yang bersifat hoax atau fitnah tidak berbagi konten sembarangan.
3. Membuat, atau memproduksi, konten positif.

Selain itu tidak semua energi habis dikonsumsi di masa kini. Yang lebih parah justru terjadinya perusakan lingkungan yang membahayakan generasi masa depan. Puasa mengajak kita membatasi diri demi diri sendiri, orang lain, dan generasi nanti.

Konsumsi digital sudah menjadi kepastian jaman ini. Apakah orang-orang melahap konsumsi digital dengan seimbang? Tampaknya sulit sekali mengatakan bahwa saat ini kita berada dalam ekosistem digital yang positif.

Pesan Positif yang bisa tersimpulkan adalah : jika makan siang di hari-hari biasa, mungkin kita makan seenaknya saja, saat puasa walaupun halal kita perlu membatasinya. Selama bulan puasa kita hanya makan sekedarnya di waktu berbuka (Mahgrib/senja). Dan kemudian makan sekedarnya lagi di waktu sahur, jelang subuh. Begitupun dalam mengkonsumsi digital, dimana hari bisa kita mungkin leluasa menikmati berita dan sajian hoax ataupun fitnah, saat puasa Ramadhan kita bisa belajar secara kuantitas menahan konsumsi hal tersebut yang lambat laun karena terbiasa akhirnya bisa menghindari berita, sajian, konten negatif bahkan hoax yang kerap menimbulkan fitnah.

Penulis : Lukmandaka (Kepala Biro PT Forum Indonesia PERS)
Sumber : paman apiq

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *