TROL, Sumenep – Presiden Mahasiswa Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Madura, M. Rofiqul Mukhlisin, turun langsung ke lokasi terdampak banjir di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, pada Rabu 14 Mei 2025. Ia meninjau dua desa yang cukup parah terdampak, diantaranya Desa Patean dan Desa Nambakor.
Banjir terjadi setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut hampir sepanjang hari pada Selasa 13 Mei 2025. Genangan air merendam rumah warga dan akses jalan utama, termasuk jalan penghubung Sumenep–Pamekasan. Di sekitar gerbang Kota Sumenep, sejumlah kendaraan roda dua dilaporkan mogok, sementara beberapa kendaraan roda 4 terpaksa memutar arah karena ketinggian air yang membahayakan.
Kondisi ini semakin memprihatinkan karena hingga Rabu sore, belum ada bantuan resmi yang diterima warga terdampak. “Sekitar 25 kepala keluarga tidak bisa memasak karena dapur mereka terendam air. Mau pesan makanan online pun sulit, karena banyak kurir menolak mengantar ke daerah kami,” ujar salah satu warga Nambakor.
Lebih lanjut, tidak tersedia tempat pengungsian yang layak dari pemerintah daerah. Sebagian warga akhirnya memilih mengungsi dan beristirahat di masjid setempat, mengingat volume air terus meningkat terutama pada malam hari.
Rofiqul Mukhlisin berharap pihak terkait segera mengambil langkah sigap untuk memberikan bantuan dan penanganan bagi warga terdampak banjir. “Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Warga butuh perhatian, terutama soal kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal sementara, dan layanan kesehatan,” ungkapnya.
Pembangunan Rumah Sakit Baru Dinilai Timbulkan Masalah Lingkungan
Di tengah kondisi darurat ini, sorotan juga tertuju pada proyek pembangunan rumah sakit baru yang digagas oleh anggota DPR RI Said Abdullah di wilayah utara Sumenep. Alih-alih memberi dampak positif, proyek tersebut justru menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Pembangunan rumah sakit yang memakan lahan resapan air dinilai memperparah kerentanan banjir di wilayah sekitar. Sejumlah aktivis lingkungan dan warga menyebut proyek tersebut mengabaikan kajian dampak lingkungan secara menyeluruh. “Dulu wilayah itu berfungsi sebagai daerah serapan air alami. Sekarang malah dibeton untuk rumah sakit. Akibatnya, saat hujan deras seperti kemarin, air tidak punya tempat untuk meresap,” ujar salah satu warga.
Rofiqul Mukhlisin juga menyinggung persoalan ini dalam kunjungannya. Ia meminta agar pemerintah dan para pemangku kepentingan tidak mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan dalam pembangunan infrastruktur. “Jangan sampai pembangunan fasilitas kesehatan justru menjadi penyebab masalah baru. Kalau pembangunan tidak memperhatikan dampak ekologis, maka masyarakat yang akan menanggung risikonya,” tegasnya.
( hartono)