foto : istimewa/brin
TROL, Yogyakarta – Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dini Ariani memaparkan hasil kolaborasi lintas sektor mengenai intervensi pangan lokal diperkaya daun kelor untuk mencegah stunting pada balita di kabupaten Gunungkidul, DIY. Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan NgajiTekProp Seri #20 secara daring, Rabu (7/5).
Riset ini melibatkan Pusat Riset Kesejahteraan Desa dan Konektivitas (PRKSDK) BRIN, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Gunungkidul, Puskesmas Karangmojo 2, PT BPR Bank Daerah Gunungkidul, serta warga Kalurahan Kelor dan Wiladeg.
Dijelaskan Dini, selama tiga bulan, sebanyak 33 balita stunting usia 13-59 bulan menerima Pemberian Makanan Tambahan (PMT) diperkaya daun kelor dalam bentuk kudapan lokal seperti nugget ayam tempe, sempol, bakso, dimsum, sosis dan bolu kukus. Kudapan ini diproduksi oleh ibu-ibu (PKK, UMKM, kader Posyandu) yang telah mendapat pelatihan. Sedangkan pemberiannya kepada anak balita sesuai pedoman Kementerian Kesehatan tahun 2023 tentang penyusunan PMT Lokal.
“Hasilnya cukup menggembirakan. Sebanyak 44,83 persen balita mengalami peningkatan kadar hemoglobin dan 68,97 persen sudah mencapai kadar Hb normal. Disamping itu juga terjadi perbaikan status gizi balita berdasarkan berat badan per tinggi badan,” jelas Dini.
Tak hanya memberikan hasil secara klinis, riset ini juga menguatkan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan gizi berbasis potensi lokal. Proses edukasi dan pendampingan dilakukan secara berkesinambungan, termasuk pelatihan kepada ibu-ibu tim pemasak dan kader posyandu tentang pengolahan pangan lokal diperkaya daun kelor yang lezat, bergizi, dan diterima oleh balita.
Diah Prasetyorini, Ketua IDI Gunungkidul yang turut hadir sebagai narasumber menyampaikan bahwa pendekatan kolaboratif seperti ini bisa menjadi model nasional. “Kami melihat betul bagaimana riset ini bukan hanya bicara data, tetapi juga transformasi sosial di tingkat akar rumput. Para ibu terlibat aktif, puskesmas mendampingi, dan BRIN mengawal proses ilmiahnya,” tuturnya.
Meski dampak terhadap status gizi berdasarkan indikator BB/PB belum signifikan, hasil ini membuka jalan untuk intervensi jangka panjang. Dini menyatakan bahwa tantangan terbesar bukan hanya pada formula makanan, tapi bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat dari bahan pangan lokal salah satunya daun kelor.
Melalui forum ini, BRIN menegaskan pentingnya sinergi antara sains, masyarakat, dan pemangku kepentingan lokal untuk menjawab tantangan nyata seperti stunting. Kolaborasi riset menjadi kekuatan utama dalam mengubah potensi lokal menjadi solusi kesehatan yang berdampak luas.
“Kami berharap riset ini bisa direplikasi di wilayah lain, tentunya dengan adaptasi sesuai potensi dan kearifan pangan lokal masing-masing daerah,” pungkas Dini. (*)
* brin.go.id