foto ; Ilustrasi
TROL, Mojokerto – Dewan Pengupahan Kota berencana menggelar pertemuan pasca ditetapkanya Upah Minimum Kota Mojokerto tahun 2023 menjadi 2.710.452,36.
Tripartit tiga unsur terkait pengupahan akan menentukan sikap soal kenaikan UMK yang melebihi dari rekomendasi wali kota Ika Puspitasari yang diajukan ke gubernur Jatim.
Berdasarkan hasil pleno Depeko yang digelar Kamis (24/11), wali kota Mojokerto merekomandasi UMK 2023 naik 180.790 atau naik 7,20 persen dari UMK tahun berjalan 2.510.425,36.
Namun, dari Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/889/KPTS/013/2022, UMK Kota Mojokerto tahun 2023 ditetapkan jauh lebih tinggi dari usulan dengan kenaikan 7,96 persen.
”Sesuai SK gubernur kemarin menetapkan kenaikannya sebesar 200 ribu. Terpaut lebih besar 19 ribu sekian dari rekomendasi bu wali (Ika Puspitasari),” ujar Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Heryana Dodik Murtono, Jumat (9/12), dikutip radarmojokerto.
Semula UMK diusulkan naik 2.691.215,36 justru ditetapkan lebih tinggi menjadi 2.710.452,36. Karena itu, Dodik menyebut akan segera menggelar forum bersama dengan depeko untuk menanggapi penetapan UMK tersebut. ”Dalam satu atau dua hari ke depan kita akan berkumpul. Terutama untuk meminta pendapat dari Apindo karena penetapan UMK lebih besar dari yang kami usulkan,” tandasnya.
Menurut Dodik, rekomendasi UMK 2023 Kota Mojokerto sebelumnya telah dirumuskan melalui skema perhitungan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Diakuinya, jika formula anyar tersebut sempat membuat perwakilan Apindo dan Serikat Pekerja berdebat.
Khususnya dalam menentukan variabel alpha pada rumusan penghitungan UMK yang termaktub di Permenaker 18/2022. Mengingat, kata dia, variabel yang dipengaruihi oleh produktivitas pekerja dan perluasan lapangan kerja itu belum pernah dirilis oleh Badan Pusat Statistik BPS. ”Sehingga, waktu itu kami (depeko) menyepakati alpha sebesar 0,11,” bebernya.
Terlepas dari itu, penetapan UMK oleh Guburnur Khofifah Indar Parawansa tertanggal 8 Desember 2022 diharapkan dapat diterima seluruh pihak. Sehingga, acuan untuk gaji pekerja tersebut bisa langsung diterapkan bulan depan. ”Pada prinsipnya, baik serikat pekerja, apindo, dan kami di depeko tetap taat pada aturan,” pungkasnya.
Setelah menggelar pertemuan dengan depeko, pemkot berencana langsung mensosialisasikan terkait penetapan UMK Kota Mojokerto 2023 untuk diberlakukan mulai Januari sampai dengan Desember 2023 mendatang.
Sementara itu,Upah Minimum Kabupaten Mojokerto 2023 resmi naik 150 ribu dari nilai UMK tahun sebelumnya. Sehingga ketetapan nilai yang akan jadi acuan upah pekerja menjadi 4,5 juta. Besaran ini menduduki urutun ke lima dari 38 daerah di wilayah Jawa Timur.
Kepala Disnaker Kabupaten Mojokerto Bambang Purwanto mengatakan, besaran UMK Mojokerto sudah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jatim nomor 188/889/KPTS/013/2022 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2023.
Disebutkannya, kabupaten Mojokerto yang selama ini menjadi ring satu di wilayah Jatim naik sebesar 150 ribu. ’’Jadi untuk kabupaten Mojokerto, UMK-nya menjadi 4.504.787,17. Angka ini ada pada urutan nomor lima, setelah Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya,’’ ungkapnya.
Menurutnya, besaran ini memang diluar dari tiga skema usulan yang dikirim Pemkab Mojokerto kepada Pemprov Jatim sebelumnya. Meliputi, Pemerintah naik 7,29 persen atau 317.655,60 mengacu pada Permenaker Nomor 18 tahun 2022, serikat pekerja 13 persen atau 487 ribu mengacu PP nomor 78 plus, dan Apindo tidak naik. ’’Ini sudah menjadi kebijakan pemerintah pusat melalui gubernur, sebagaimana ketentuan bawah pengupahan itu bersifat strategis dan berdampak luas, jadi kita harus melaksanakan itu, keputusan yang sudah ditetapkan pada 7 Desember,’’ tandasnya.
Sehingga dengan ketetapan itu tak ada alasan perusahaan tak mentaatinya. Hanya saja, sesuai data Apindo, fakta di lapangan terungkap jika tiap tahun kepatuhan perusahaan di daerah dengan 18 kecamatan ini terus menurun. Dari 900-an perusahaan, kepatuhan itu di bawah 20 persen. Bahkan, diikuti PHK akibat beban UMK yang melambung tinggi.
Menanggapi itu, Bambang, menegaskan, itu menjadi PR pemerintah yang harus diselesaikan. Yakni, dengan meningkatan pendampingan dan pembinaan di lingkungan perusahaan agar bisa melaksanakan ketentuan itu. ’’Jadi perlu ada pendekatan yang lebih komperhensif kepada perusahaan. Apakah memang tidak mampu atau memang mampu tapi tidak melaksanakannya, itu akan kita evaluasi secara bertahap dan berkelanjutan,’’ tegasnya (khuszaini – dari berbagai sumber)