Oleh: Rudi Hartono
(Trans Indonesia Sumenep)
TROL, – Menjamur bagai cendawan dimusim penghujan pabrik rokok dapat ditemui di berbagai tempat apa lagi di kabupaten Sumenep.
Situasi demikian harusnya sangat menggembirakan warga dengan kesempatan mendapatkan pekerjaan namun hal itu tidak berimbas dilihat dari banyaknya pabrik-pabrik rokok yang makin menjamur di berbagai pelosok desa.
Disisi lain Pemkab maupun pemerintah pusat dapat menumpuk uang pendapatan dari pita cukai. Benarkah begitu ?
Sedangkan rokok ilegal dan pabrik rokok nakal terbukti masih “digdaya” alias pemangku kepentingan kalah sakti. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya rokok ilegal yang beredar.
Pita Cukai Dan Dugaan Persekongkolan
Rokok ilegal kita anggap saja sebagai rokok yang tidak dilekati pita cukai atau dilekati pita cukai bekas, atau pita cukai bukan peruntukannya
Seperti pabrik rokok, misalanya anggap saja pabrik rokok berijin, memiliki pabrik, gudang bahan baku, gudang produk rokok jadi, ada mesin dll, tapi tidak pernah memproduksi rokok tapi bisa mendapatkan pita cukai rokok.
Jika selama ini pemangku kebijakan dengan tagline “Gempur Rokok Ilegal” tetapi peredaran rokok tetap merajalela, apa artinya?.
Kasihan “duit” dihamburkan untuk program yang tidak pernah menyurutkan peredaran rokok ilegal, yang berujung pada minim atau pemerintah rugi.
Naaah pernahkan pemangku kebijakan menelisik salah satu penyebab kerugian yang dialami yaitu soal pita cukai rokok.
Cerita Warga Soal Mafia Pita Cukai Rokok
Cerita ini bermula dari salah satu warga kabupaten Sumenep, setelah ditelusuri ternyata “eh memang benar kayaknya”. Tapi biar saja para pemangku kebijakan yang berhak memastikan kebenaranya.
Saya beranggapan pabrik tersebut diduga hanya dijadikan formalitas untuk mendapatkan pita cukai rokok dari Bea Cukai Madura.
Seakan-akan pabrik tersebut memproduksi rokok padahal stok tembakaunya tidak ada, sama sekali tidak ada kegiatan, hal itu patut diduga ada kongkalikong dengan Bea Cukai setempat biar bisa medapat jatah kouta pita cukai mengeluarkan pita cukai jenis SKT.
Selanjutnya pita cukai tersebut diyakini tidak digunakan sendiri namun dijual lagi ke perusahaan lain (bahkan kata warga dijual hingga ke Sidoarjo) sebab banyaknya kasus rokok salah tempel hal itu tidak menutup kemungkinan pita cukai tersebut didapat dari pabrik rokok nakal alias fiktif.
Menjamurnya pabrik kecil di salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Sumenep itu tidak bermanfaat bagi masyarakat baik itu dari sisi serapan tenaga kerja, sebab pabrik tersebut diduga kuat hanya dijadikan formalitas untuk mendapatkan jatah kouta pita cukai biar bisa nebus pita cukai.
Seharusnya Bea Cukai madura rutin melakukan monitoring terhadap pabrik itu.
Sebab mafia pita cukai ini cerdik mengelabuhi bea cukai dengan cara me-Markup administrasi guna bisa mengajukan penebusan pita cukai
“Saya minta bea cukai Pamekasan harus betul-betul jeli dalam memberikan penebusan pita cukai kepada pemilik PR sebab banyak perusahaan yang diduga fiktif hanya dijadikan formalitas tapi sebenarnya pabrik tersebut tidak memiliki bahan baku yang cukup”, kata seorang aktivis.
Selama ini kan banyak kasus penyalahgunaan pita cukai atau yang disebut salah tempel, hal itu diyakini bukan salah tempel tapi sengaja dibuat seperti itu karena pita cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) dipasang ke Sigaret Kretek Mesin (SKM), atau ditempelkan ke rokok filter Sebab jika dilihat dari harganya jauh lebih murah antara SKT dan SKM,
Menjamurnya pabrik rokok fiktif dan ditemukannya pabrik nakal bukan mustahil pita cukai rokok menjadi “permainan” yang tetap menyenangkan.