foto : ilustrasi/wikipedia
TROL, Jakarta – Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Pemerintah pun diminta untuk mengkaji kembali kebijakan ini mengingat ada 6 juta tenaga kerja di dalam ekosistem pertembakauan yang terdiri dari 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh dan pekerja pabrik sigaret kretek tangan (SKT) bakal terdampak kebijakan ini.
Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono menilai keputusan tarif CHT 2023 dan 2024 menunjukkan pemerintah tidak secara cermat menimbang nasib para pekerja di ekosistem pertembakauan. Ia juga menyoroti tarif CHT segmen SKT yang diputuskan naik 5 persen akan mengakibatkan kontraksi serapan tenaga kerja.
“Sejak pandemi hingga sekarang di tengah sinyal resesi, ketika PHK di berbagai sektor terjadi, di ekosistem pertembakauan justru segmen SKT mampu menjaga keberlangsungan tenaga kerja dalam dua tahun terakhir. Di mana 95 persen adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga. Namun, dalam memutuskan menaikkan tarif CHT 2023 dan 2024, pemerintah sepertinya tidak mempertimbangkan hal ini,” katanya dalam keterangan tertulis Minggu (6/11).
Ia menekankan, pemerintah perlu menyadari ancaman resesi di depan mata juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi ekosistem pertembakauan. Dengan 6 juta tenaga kerja di ekosistem pertembakauan, berarti ada 24 juta penghidupan yang bergantung di dalamnya.
“Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen SKT justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja. Kami berharap pemerintah dapat membuka mata atas situasi ini dan menunjukkan komitmen keberpihakannya, dengan mempertimbangkan kembali besaran tarif CHT di segmen ini,” ujarnya.
Lanjutnya, petani tembakau dan cengkeh bakal merasakan efek langsung dari keputusan tarif CHT 2023. Tahun ini, para petani menghadapi kondisi cuaca yang membuat kuantitas serta kualitas hasil tembakau dan cengkeh tidak optimal. Ditambah dengan kenaikan CHT 2023 dan 2024, maka dipastikan akan menambah beban para petani.
“Secara otomatis, ketika CHT naik, maka pabrikan akan berhitung, mengatur strategi yang berujung pada pengurangan jumlah serapan tembakau petani. Apalagi selama ini, segmen SKT lah yang menyerap paling banyak tembakau dan cengkeh petani,”katanya.
Selain itu, kondisi mahalnya berbagai barang kebutuhan, pencabutan pupuk subsidi, dan resesi di depan mata, menurut Hananto akan semakin mematikan mata pencaharian para petani.
“Tembakau sebagai tanaman semusim yang masih terus menjadi andalan petani semakin terlindas oleh kebijakan yang tidak berpihak,”ujarnya (*)
.
sumber : detikfinance judul “Cukai Rokok Naik 10%, Pemerintah Diwanti-wanti Soal Nasib Petani”,
penulis Achmad Dwi Afriyadi -edisi Minggu, 6 Nov 2022 18:01 WIB