Foto : Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo menghadiri upacara adat ulur-ulur
TROL, Tulungagung – Banyak budaya kearifan lokal kabupaten Tulungagung, yang salah satunya adalah upacara adat Ulur-Ulur. Dari tahun ketahun sudah sejak lama acara ini digelar, untuk tahun ini upacara Ulur-Ulur Telaga Buret digelar dengan serangkaian acara yaitu upacara adat, Jum’at (9/6) pagi dan hiburan pagelaran Kethoprak, Jum’at (9/6) malam.
Hadir dalam kegiatan tersebut Bupati Tulungagung Drs. Maryoto Birowo, MM, wakil bupati Gatut Sunu Wibowo, SE, Kepala Dinas terkait lingkup Pemkab Tulungagung, Camat Campurdarat Heru Junianto beserta Forkopimcam, Kepala Desa Sawo, Desa Ngentrong, Desa Gedangan, Desa Gamping beserta para perangkat, sesepuh paguyuban Sendang Tirto Mulyo beserta anggota dan masyarakat setempat.
Dalam sambutannya bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengatakan bahwa, upacara adat tradisi Ulur-ulur Telaga Buret sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dan karunia Tuhan semesta alam yang dilimpahkan kepada kita berupa air mengalir tiada henti dari Telaga Buret yang membawa manfaat bagi lahan pertanian masyarakat desa Sawo, desa Ngentrong, desa Gedangan, desa Gamping dan sekitarnya.
Lebih lanjut,“pagi hari ini sesuai penanggalan Jawa bulan Selo, tepatnya Jum’at Legi, 9 Juni 2023 kita masyarakat kasepuhan Sendang Tirto Mulyo melaksanakan upacara adat tradisi Ulur-ulur Telaga Buret yang merupakan budaya kearifan lokal yang patut kita lestarikan,” lanjut Bupati Maryoto.
“Untuk itu Pemerintah kabupaten Tulungagung akan senantiasa mendukung terselenggaranya kegiatan ini, baik secara moril maupun materiil, sehingga terwujudnya Tulungagung ayem tentrem mulyo lan tinoto,” tutupnya.
Tidak hanya itu, pada Jum’at Legi malam (9/6) juga digelar hiburan kethoprak dari sanggar Tirto Mulyo dengan mengambil lakon “Lembu Peteng Mustikaning Tulungagung”.
Menjelang pagelaran Kethoprak camat Campurdarat saat ditanya bagaimana memaknai upacara adat tersebut, Heru Junianto mengatakan,” jika dilihat dari sejarah bahwa dahulu seputar kasepuhan Tirto Mulyo pernah terjadi paceklik panjang di dukuh Glagah Wengan (desa Sawo saat ini) sehingga gagal panen yang mengakibatkan kelaparan. Hal ini dipercaya karena perginya Dewi Sri dan Joko Sedono sebagai lambang kemakmuran, sandang dan pangan ke negeri Cempa, lalu dikirim utusan untuk membujuk Dewi Sri dan Joko Sedono untuk kembali, mereka mau asalkan disediakan kijang kencana tracak waja dan gajah putih sebagai tunggangan,” ungkap Herjun sapaan akrab camat Campurdarat.
Herjun melanjutkan,”Telaga Buret juga tak lepas dari cerita legenda eyang Jigang Joyo seorang petinggi kerajaan Mataram yang bepergian bersama rombingan dimana di tengah jalan mereka kehausan dan tidak afa persediaan air, akhirnya eyang Jigangpun menggali lubang untuk mendaoatkan air dan ternyata dari lubang itu menculah air yang terus menerus sehingga menjadi telaga,”lanjut Herjun.
“Jadi menurut saya karena Upacara adat ini sudah sejak lama sejak nenek moyang terdahulu dengan maksud menyampaikan rasa syukur kehadirat Tuhan yang maha esa atas anugerah air yang terus mengalir di Talaga Buret yang terus mengalir sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat seputar talaga Buret diantaranya desa Sawo, desa Ngentrong, desa Gedangan dan desa Gamping dalam mengairi persawahan, maka patutlah jika hal ini kita syukuri karena seputar kasepuhan Tirto Mulya sudah tidak kekeringan dan pertanianpun tumbuh subur sehingga masyarakat sekitar tidak kelaparan, justru saat ini menjadi makmur lohjinawi,” pungkas Herjun.
Dalam laporan panitia, Heri menyebutkan bahwa kegiatan tersebut bisa terselenggara dengan baik berkat dukungan dari pemerintah kabupaten Tulungagung, pemerintah kecamatan Campurdarat dan seluruh elemen masyarakat dari berbagai elemen. “Terima kasih atas partisipasi dan dukungan pemerintah dalam hal ini Pemda dan kecamatan Campurdarat, penari dari adik-adik ISI Solo serta pengrawit dari TB2KS Tulungagung,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama wakil bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo mengatakan bahwa pagelaran kethoprak oleh sanggar Tirto Budoyo ini adalah untuk memeriahkan upacara adat Ulur-Ulur. “Semoga dengan pagelaran ini bisa merangsang pada generasi muda yang lain untuk terus melestarikan budaya leluhur kita supaya tidak punah,” ungkapnya.
Kemudian pagelaran seni Kethoprak dimulai sampai selesai dengan mengambil lakon “Lembu Peteng Mustikaning Tulungagung. (lukman)