foto : kabid pendidikan diniyah dan pondok pesantren kanwil kemenag jawa timur, mohammad as’adul anam/ist
TROL, Kediri – Pondok Pesantren PPTQ Al Hanafiyyah di desa Kranding, kecamatan Mojo, kabupaten Kediri, ternyata tidak memiliki izin. Ponpes itu merupakan tempat santri bernama Bintang Balqis Maulana (14) asal desa Karangharjo, kecamatan Glenmore, Banyuwangi, tewas dianiaya oleh kakak kelasnya.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, mengatakan ponpes tersebut berdiri sejak 2014, tapi belum memiliki izin operasional.
Ponpes tersebut juga bukan bagian dari Ponpes Al Ishlahiyyah, meski tempatnya berdekatan.
“Kami sampaikan bahwa TKP kejadian itu ada di Pondok Pesantren Al Hanifiyyah, bukan di Al Ishlahiyyah, tetapi korban juga belajar di MTs Sunan Kalijogo di Pondok Pesantren Al Ishlahiyyah,” kata Anam di Kediri, Selasa (27/2).
“Keberadaan ponpes tersebut (Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah) belum memiliki izin pesantren. Santri 74 putri dan 19 putra dan kegiatan ponpes dimulai 2014,” lanjutnya.
Anam menjelaskan, seluruh pesantren di Indonesia didirikan oleh para kiai. Meski pemerintah mencabut izinnya, kegiatan keagamaan masih bisa dilakukan.
“Kalau (penutupan) pesantren, karena pesantren ini rata-rata adalah tidak ada yang didirikan pemerintah, didirikan kiai dan merupakan cita-cita kiai. Jadi misal dicabut izinnya itu kegiatan tetap ada karena sifatnya informal atau non formal,” jelasnya.
Sehingga, Kemenag tidak bisa melakukan penutupan terhadap pondok pesantren meskipun izin operasionalnya telah dicabut.
Hal tersebut, kata dia, sesuai keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur yang menyatakan belajar ilmu agama merupakan wajib.
Ia menerangkan, perbedaan berizin atau tidaknya terletak pada akses bantuan yang diberikan pemerintah.
Untuk ponpes yang tak berizin tidak bisa mengakses bantuan, termasuk program-program bantuan pendidikan dari pemerintah.
“Keputusan Bahtsul Masakl PWNU Jawa Timur kita tidak bisa menutup pesantren. Kenapa? Karena tujuan orang belajar mencari ilmu agama itu fardu ain. Oleh karena itu kemudian dijadikan sebagai pertimbangan atau landasan untuk menentukan hukum bahwa pesantren tidak bisa ditutup. Kalau izin operasional bisa dicabut kalau ada, tapi ini kan tidak ada,” terangnya.
Saat ini, pihaknya hanya bisa menyerahkan dan menghormati seluruh proses hukum yang berlaku ke polisi.
Karena, Kemenag tidak dapat memberikan hukuman kepada pimpinan pondok pesantren itu.
“Kita akan menghormati proses hukum, artinya bahwa lembaga tersebut bukan tidak menjadi kewenangan kami tetap kita pantau tapi proses hukum ini menjadi bagian terintegrasi bahwa penyelesaian itu sampai di sana,” ungkapnya.(*)
*kumparan