Oleh: Rudi Hartono
(TransIndonesia Sumenep)
TROL, – HM, Salah satu pengusaha di kabupaten Sumenep yang sukses ,hingga kekayaanya menurut sebuah sumber menyebar di banyak kota.
Pengusaha yang gemar berbagi dengan warga sekitar sudah merambah ke sektor energi, otomotif, koleksi mobil mewah hingga perkebunan. Dikabarkan beberapa punya SPBU menurut sebuah sumber telah dimilikinya
HM, yang memulai usaha nya dengan jual beli tembakau kini gemar berbagi dengan warga sekitar. Anak – Anak yatim disantuni, membantu kebutuhan pokok mereka, bahkan biaya pendidikan.
Bahkan fasilitas umum pun ia bangun untuk warga seperti mushola, taman bermain.
Sudah tak terhitung rupiah untuk bantuan makan dan minum warga.
Namun, banyak pihak menduga pundi rupiah dikumpulkan HM, melalui gurita usaha yang tidak semua legal. Tentunya tak semua usahanya dengan perpajakan yang baik jika anggapan sebagian masyarakat tadi benar.
Beberapa nama kemasan rokok yang HM produksi ditengarai ilegal. Mendengar hal ini sebagian warga kabupaten Sumenep sudah biasa, sebab memang sudah banyak diberitakan media masa.
Memang warga hanya menduga, jika sebagian rokok yang produksi HM tidak resmi atau ilegal. Jika benar dugaan itu HM memperoleh keuntungan milyaran setiap tahunnya dari bisnisnya yang diduga ilegal. Bersamaan dengan itu pemerintah juga dirugikan ratusan juta. Kerugian itu antara lain dari pita cukai ,pungutan pajak PPh,PPN, termasuk pajak pungutan dari karyawan yang tidak bisa ditagih sebab indikasi tidak resmi atau ilegal.
Bagi sebagian orang, tindakannya dianggap kontradiktif yaitu membantu masyarakat, tetapi tidak taat aturan yang ditetapkan pemerintah.
Meski begitu, banyak yang tetap mengapresiasi kedermawanannya. Mereka melihatnya sebagai sosok dermawan yang membantu tanpa pamrih.
Namun, ada juga yang mengkritik karena merasa kewajibannya terhadap negara seharusnya tidak diabaikan begitu saja.
Tindakan semacam ini menunjukkan adanya dilema moral di masyarakat. Kebaikan hatinya tak bisa menghapus kewajiban terhadap negara.
Perlu diingat, kewajiban terhadap pemerintah, seperti membayar pajak, juga merupakan bentuk kontribusi kepada masyarakat luas.
Kontradiksi ini menciptakan dilema moral. Di satu sisi, HM dianggap sebagai pahlawan oleh masyarakat yang merasakan manfaat langsung dari bantuannya. Di sisi lain, tindakan tidak patuh terhadap aturan hukum dapat menimbulkan persepsi negatif yang merusak citra kedermawanan tersebut. Seharusnya, tindakan baik tidak boleh berseberangan dengan kepatuhan terhadap hukum, karena keduanya seharusnya berjalan beriringan.
Yang lebih keji jika dugaan ilegal apa yang menjadi anggapan sebagian masyarakat itu benar maka kedermawanan itu bisa dianggap sebagai topeng belaka.