TROL,Tulungagung – Tiban merupakan kesenian tradisional yang hingga kini masih terus ada di tengah masyarakat Tulungagung, Trenggalek, Blitar, Kediri.
Meski mengandung unsur kekerasan pisik namun tradisi ini tetap mendatangkan penggemar yang menyebabkan seni tradisional ini tetap tumbuh di tengah masyarakat.
Pentas Tiban yang digelar oleh Panjilaras dengan menggandeng group Tiban Bolo Sewu di lapangan desa Kedungcangkring – Pagerwojo, Sabtu, 26 Pebruari 2023 tak urung didatangi penonton dengan deretan pedagang yang turut meramaikan suasana.
Kepala desa Kedungcangkring Suyadi mengatakan terwujudnya penyelenggaraan ini tidak lepas dari dukungan semua pihak, termasuk Karang Taruna serta pegiat budaya dan para sesepuh.
TNI – Polri Kompak
Sejumlah anggota Polri Polsek Pagerwojo dan anggota TNI Koramil turut mendukung jalanya kegiatan ini.
Danramil Kapt Inf Edi Mulyono dalam arahanya di atas panggung pementasan mengatakan TNI Koramil Pagerwojo senantiasa memberi dukungan kegiatan masyarakat yang positif, terlebih Tiban adalah budaya warisan leluhur.
Kapolsek Pagerwojo AKP Suwoyo,S.H dihadapan peserta apel pengamanan mengatakan bahwa salah satu keberhasilan pengamanan adalah tidak munculnya keributan,dia katakan agar lebih humanis kepada penonton .
Kepada media ini Kapolsek katakan ” menurunkan 16 personil kepolisian yang didukung 6 porsinil dari TNI Koramil Pagerwojo,dan trantip kecamatan,sifatnya pengamanan ” “tegasnya.
Ritual Tiban atau tari Tiban berasal dari kata dasar “tiba” bahasa jawa yang berarti “jatuh”. Tiban mengandung arti timbulnya sesuatu yang tidak diduga sebelumnya.
Dalam konteksnya dengan peristiwa tersebut, maka tiban di sini menunjuk kepada hujan yang jatuh dengan mendadak terjatuh dari langit.
Tiban merupakan tari atau ritual rakyat yang turun temurun menjadi bagian kebudayaan masyarakat Jawa Timur, terutama Trenggalek, Blitar, Kediri dan Tulungagung.
Ada makna dalam dibalik ritual tarian tiban yaitu sebuah harapan sebuah pesan yang luhur demi lestarinya alam. Bukanlah kekerasan yang ditonjolkan melainkan nilai-nilai luhur atau sebuah pesan untuk menjaga keseimbangan alam.
Tari Tiban terbagi menjadi 2 kelompok, masing-masing dipimpin 1 orang wasit atau biasa disebut ” Landang” atau Plandang. Dalam ritual ini selalu diiringi dengan alunan musik layaknya gamelan lengkap yang terdiri dari kendang, kentongan, dan gambang laras.
Sejarah Tari Tiban
Ada beberapa versi yang menjelaskan terkait sejarah Tiban ini. Versi sejarah itu tergantung pada klaim dari mana tradisi ini bermula.
Bagi yang meyakini Tiban berasal dari Kediri, maka sejarah Tiban akan berkaitan dengan kerajaan Kediri.
Namun demikian, masyarakat di desa Wajak, Tulungagung meyakini bahwa Tiban merupakan kebudayaan asli mereka.
Disebutkan bahwa Tiban muncul pada masa Adipati Nilo Suwarno atau Surontani II di Katumenggungan Wajak.
Surontani II ini merupakan cucu dari Ki Juru Mertani, sebagai salah satu yang turut mendirikan kesultanan Mataram Islam dengan Panembahan Senopati sebagai penguasa pertamanya.
Pengangkatan Surontani II sebagai penguasa di Katumenggungan Wajak digelar secara besar-besaran dengan dihadiri Panembahan Senopati.
Namun penobatan itu diwarnai isu yang kurang sedap dan tidak diketahui kebenarannya.Isu itu berasal dari Dewi Roro Pilang, putri Surontani II yang mengaku di hamili oleh Panembahan Senopati.
Surontani yang murka lantah mengirim utusan untuk menyusul Panembahan Senopati ke Mataram.Selain itu, Surontani juga menggelar pertunjukan adu kekuatan yang dikemudian hari disebut Tiban.
Pertunjukan itu bertujuan untuk hiburan rakyat sekaligus siasat Surontani untuk mencari bibit unggul untuk membentuk prajurit.
Saat pertunjukan itu, daerah wajak sedang didera kemarau panjang. Saat menyaksikan pertunjukan, warga juga berdoa dan berharap hujan turun.
Benar saja, di akhir pertunjukan adu kekuatan itu hujan deras pun turun. Sejak saat itu, Tiban biasa digelar saat terjadi kemarau.
Gerakan dalam Tari Tiban ini tidak jauh dari pola gerakan dua orang yang sedang bertarung.
Secara umum, gerakan Tari Tiban dapat digolongkan dalam beberapa unsur, yaitu:
– Gerak Mlaku
Gerak mlaku atau gerak berjalan, yaitu berjalan untuk mendekati lawan sambil menikmati suara gendhing yang mengiringi.
Selama gerak mlaku ini, para penari tiban atau peniban harus selalu waspada terhadap serangan lawan.
– Gerak Mecut
Tiban dilakukan dalam bentuk mencambuk atau mecut lawan dengan menggunakan lidi aren yang diikat atau disatukan.
Sehingga, gerak mecut dalam hal ini adalah gerakan peniban saat mencambukkan cambuk yang dipegang ke arah lawan.
– Gerak Ancang-ancang
Ancang-ancang dalam bahasa Indonesia berarti bersedia atau persiapan. Dalam gerakan ini, peniban akan bersiap untuk menangkis cambukan lawan.
Posisinya berupa kaki yang pasng kuda-kuda dengan tubuh yang condong ke depan.
Tangannya memegang cambuk, yang nanti bisa digunakan menangkis cambukan lawan.
– Ngece
Ngece merupakan bahasa keseharian masyarakat Wajak, Tulungagung, yang artinya mengejek.
Dalam Tiban, peniban akan melakukan gerakan atau mimik wajah ejekan untuk memanas-manasi lawan.
Selain gerakan-gerakan, itu, Tiban juga memiliki gerakan lain seperti mbabat dan petrukan.
Gerakan mbabat sama seperti petani yang sedang memangkas rumput, sedangkan petrukan merupakan gerakan menirukan petruk dalam tokoh pewayangan.
Tari Tiban biasanya juga dilengkapi dengan sesaji, dengan jenang dawet sebagai sajian utamanya.
Minuman jenang dawet tiban diminum sebelum prosesi, dengan maksud agar tidak menimbulkan rasa sakit pada para peniban.(rara azzahra)
Sumber: ISI-SKA.ac.id
UM.ac.id