foto : Ilustrasi/istimewa
TROL, – Sektor pertanian di Ponorogo semakin kokoh dengan luasan capai 35.100 hektare dan mampu memproduksi 400 ribu ton gabah kering giling (GKG) pertahun. Hal ini diperkuat dengan komitmen bupati Sugiri Sancoko mencanangkan pembangunan 250 sumur dalam agar Ponorogo tetap murah pangan
‘’Targetnya sampai tahun 2024, sekarang sudah terbangun 115 sumur dalam,’’ kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Ponorogo Masun Jumat (2/12).
Kata Masun, peningkatan kecukupan air dan penambahan jaringan irigasi yang membuat lahan sawah di Ponorogo bertambah ratusan hektare. ‘’Ketika nanti 250 sumur sudah terbangun semuanya, luasan lahan sawah akan stabil dibarengi produksi padi yang terus meningkat,’’ terangnya.
Muncul jaminan 140 ribu petani yang tergabung dalam 1.900 kelompok di Ponorogo bakal tersenyum sumringah tatkala kebutuhan air sawah tercukupi. Sebab, dominasi air untuk kebutuhan bercocok tanam mencapai 80 persen layaknya cairan tubuh manusia. Satu unit sumur dalam dengan kedalaman rata-rata 80 meter mampu mengairi sekitar 10 hektare hingga 20 hektare sawah. ‘’Durasi pengairannya selama 20 hari,’’ jelas Masun.
Masun mengibaratkan antara infrastruktur dan pertanian layaknya aliran darah manusia. Infrastruktur itu pembuluhnya, sedangkan pertanian adalah darah yang mengalir. ‘’Ponorogo masuk 10 besar penyangga pangan di Jawa Timur,’’ ungkapnya.
Pertanian Berkelanjutan
Tiga skema menjawab problem kelangkaan pupuk. Yakni, pola kemitraan, hybrid founding system (pembiayaan campuran), dan dukungan penuh APBD.
Bupati Sugiri Sancoko berhitung bahwa pupuk bersubsidi senyatanya hanya mampu menopang 42 persen dari kebutuhan bercocok tanam pada sekitar 10 ribu hektare lahan sawah di Ponorogo. ‘’Jawaban yang tepat atas persoalan pupuk adalah pertanian berkelanjutan,’’ kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Ponorogo Masun, Selasa (22/11/2022) lalu.
Terjadi salah kaprah dalam revolusi pertanian di Indonesia ketika ingin mencapai ketahanan pangan dengan pemanfaatan pupuk kimia (anorganik) untuk menggenjot produksi padi. Akibatnya, unsur organik hilang sehingga tanah sawah menjadi kering. ‘’Mari kembali ke alam dengan mengembalikan nutrisi ke tanah. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan yang mengandung gas terbukti sudah merusak kelestarian lingkungan,’’ terangnya.
Pemkab Ponorogo sejatinya sudah menggandeng tenaga ahli dari Universitas Brawijaya untuk mendorong petani memproduksi sendiri pupuk organik. ‘’Pola kemitraan dengan investor juga memakai syarat penggunaan pupuk yang tepat guna,’’ ungkap Masun.
Gandeng Investor
Pemerintah Kabupaten Ponorogo melibatkan pelaku usaha untuk ikut memikirkan nasib para petani. ‘’Ketika sektor pertanian jatuh, maka sektor perdagangan, industri, dan transportasi akan ikut terkena imbasnya,’’ kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Ponorogo Masun, Selasa (22/11/2022) lalu.
Menurut dia, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko konsen menggandeng investor lokal untuk memenuhi kebutuhan pupuk. Jauh dari praktik ijon lantaran pihak penyedia pupuk terikat kontrak perjanjian dengan kelompok dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan). ‘’Petani mendapatkan pupuk sesuai harga kios, sedangkan kelompok tani dan gapoktan berhak dapat laba dari selisih harga distributor,’’ terang Masun.
Bupati Sugiri Sancoko juga mensyaratkan proteksi untuk harga jual hasil panen petani kepada investor.
Bahkan bupati minta Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Ponorogo membiayai usaha tani. Bersamaan itu, menaikkan level para petani agar layak menjadi mitra Badan Urusan Logistik (Bulog). ‘’Mereka lebih leluasa memasok berapapun hasil panen padi ke Bulog yang muaranya adalah kesejahteraan petani,’’ jelasnya.
10 Besar Penghasilan Padi di Jatim
Panen raya padi jenis Sunggal di desa Trisono kecamatan Babadan, pada Senin (25/4/2022)lalu, menjadi buktinya. Sunggal adalah varietas unggul dengan usia panennya hanya sekitar 100 hari dengan hasil produksi 7 hingga 8 ton per hektare.
Bupati Sugiri Sancoko—sengaja mengundang Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ikut panen raya di desa Trisono itu. Keduanya membanggakan padi jenis Sunggal yang memiliki anakan banyak hingga lebih tahan rebah dan cocok dalam dua musim tanam. Baik musim hujan maupun kemarau.
‘’Petani dalam satu tahun dapat melakukan tiga kali tanam padi,’’ kata Sugiri
Bahkan,bupati Sugiri berani berhitung hanya dengan lahan sawah yang dilindungi (LSD) seluas 28 ribu hektare mampu menghasilkan padi 311 ribu ton per tahun.
Menurutnya produksi padi 311 ribu ton per tahun sudah mampu menopang kebutuhan Ponorogo yang 100 ribu ton per tahun. Surplus yang ada untuk menyangga ketahanan pangan di sejumlah kabupaten tetangga.
‘’Kehadiran Ibu Gubernur menambah semangat petani di Ponorogo untuk meningkatkan produktivitas padi guna mensuplai kebutuhan masyarakat Jatim dan Indonesia,’’ terang bupati.
Gubernur Khofifah mengakui Ponorogo masuk 10 besar penghasil dan penyumbang padi di Jawa Timur.
‘’Ketahanan pangan sekarang ini menjadi isu dunia. Produktivitas padi yang tinggi menjamin ketercukupan komoditas beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia,’’ ungkapnya.
(sri wahyuni – wartawan transindonesia.dari berbagai sumber)