TROL, Tulungagung- Pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-63 tahun 2023 dengan tema Protein Hewani Cegah Stunting dan slogan Protein Hewani Srtiap Makan dan Isi Piringku Kaya Protein Hewani, merupakan momentum penting dalam menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi melalui gizi seimbang dan produksi pangan berkelanjutan. Sehingga dapat turut mendorong pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Dr. Kasil Rohmad melalui Kabid Kesejahteraan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Tulungagung Dr. Desi Lusiana Wardani, SKM, M.Kes, saat ditemui dikantornya, Selasa (7/3) mengatakan bahwa prevalensi stunting di kabupaten Tulungagung pada bulan timbang tahun 2022 berada di angka 4,25%, berada di bawah target nasional. “Namun demikian, masih ditemukan berbagai permasalahan gizi diantaranya ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK), ibu hamil anemia dan permasalahan gizi lainnya pada balita,” terangnya.
Sementara itu, tren data nasional berdasarkan SSGI 2019-2021, menunjukkan stunting terjadi sejak sebelum lahir, dan meningkat paling banyak pada rentang usia 6 bulan 13,8% ke 12 bulan 27,2% (SSGI 2019). “Dari data tersebut, kita dapat melihat pentingnya terpenuhi gizi ibu sejak hamil, menyusui dan gizi pada MP-ASI balita,” papar Desi Lusiana Wardani. “Kondisi stunting saat bayi lahir, dapat terjadi akibat kekurangan gizi dan anemia saat usia remaja sampai masa kehamilan, oleh karena itu, asupan gizi remaja dan wanita usia subur, sangat penting untuk mencegah ibu hamil KEK dan anemia agar tidak melahirkan bayi stunting,” lanjutnya.
Masih menurut Desi Lusiana Wardani, gizi ibu pada masa menyusui juga sangat penting untuk memastikan kualitas ASI, yang menjadi satu-satunya sumber asupan gizi pada bayi 6 bulan pertama. “Bayi mendapat IMD, Inisiasi Menyusui Dini, yang merupakan proses yang sangat penting untuk meningkatkan imunitas bayi karena bayi memperoleh kolustrum yang kaya antibodi. Selain itu, IMD, juga dapat meningkatkan bonding ibu dan bayi,” jelasnya.
MPASI yang adekuat penting untuk mencegah stunting baru pada usia 6-23 bulan. Pada periode usia 12-23 bulan terjadi peningkatan stunting 1,8 kali lipat, yang diakibatkan oleh rendahnya asupan makanan sumber protein hewani dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI). Hal ini selaras dengan data Studi Diet Total (SDT) tahun 2014 pada tahap Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), terdapat 23,6% balita 0-59 bulan dengan asupan protein lebih dari 80% Angka Kecukupan Protein (AKP). Protein hewani penting dalam penurunan stunting.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Headey (2018) menyatakan bahwa ada bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti telur, daging/ikan dan susu atau produk olahannya (keju, yogurt, dll), Penelitian tersebut juga menunjukan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan dari pada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal.
Data Susenas 2022 menunjukkan rata-rata konsumsi protein per kapita sehari 62.21 gram ini diatas standar 57 gram, tetapi konsumsi telur dan susu 3.37 gram, daging 4.79 gram dan ikan/udang/cumi/kerang 9.58%. Peningkatan gizi masyarakat pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dengan protein hewani setiap makan akan mempercepat penurunan stunting.
Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2019 menunjukkan konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia. “Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki potensi sumber daya protein hewani, tetapi konsumsi protein per kapita masih tergolong rendah, “Ayo sukseskan peringatan Hari Gizi Nasional ke-63 dengan menggaungkan Protein Hewani Cegah Stunting,” tutupnya. (jk)