Waspadai Teror
Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
(Penasehat Barisan Relawan Infant Gibran — BRIGIB)
OPERASI SENYAP sedang berlangsung. Beberapa Orang Tak Dikenal masuk ke daerah kita, Madura.
Waspada, jangan mudah terpengaruh, tetap awas dan jangan mudah emosi. Tenang.
Pemilu hanya sebentar, persaudaraan kita jangka panjang. Nasionalisme harus kuat, tak boleh rapuh karena politik.
Hati-hati provokasi. Hati-hati teror – ekstremis yang potensial merobohkan kehangatan persaudaraan dan ke-kitaan kita.
Untunglah, Prabowo-Gibran tak berada pada posisi ekstrem ideologis, kanan maupun kiri.
Karena itu, Barisan Relawan Infant Gibran (BRIGIB) mengajak segenap anak bangsa, tetaplah menjadi Indonesia, jadilah lebih kuat dan Pancasilais.
Bagi yang paham visi PraGib, mungkin ia senang mendukung. Tapi, bagi mereka, yang terlanjur berdiri di sayap ekstrem, kanan atau kiri, biasanya kerap menghalalkan segala cara. Fitnah, kekerasan, unras, tebar hoax dan kebencian.
Sebagai putera Madura, saya berharap Pak Mahfud MD konsisten melawan ekstremis ideologis.
Setahun yang lalu, 5 Februari 2022, Antara Jambi memuat berita dengan judul: *Mahfud terangkan tiga ekstremisme potensial terorisme.*
Kata Pak Mahfud MD, terdapat tiga jenis ekstremisme yang dapat mengarah pada tindakan terorisme dan intoleransi, serta potensial memecah belah anak bangsa, yaitu: jihadis, takfiri, dan ekstremisme ideologis.
Semua orang tahu, jihadis dan takfiri/ekstremis sayap kanan berlindung dimana, dan ekstremis-ideologis/sayap kiri berlindung dimana. Tak perlu diperjelas.
Kita semua, yang berada pada barisan PraGib, mendukung dan memilih dengan penuh kesadaran, karena menghindari perpecahan, mewaspadai propaganda dan memilih untuk mempertahankan nasionalisme. Mengapa?
Karena kami sadar, ekstremisme punya paham dengan anggapan hanya diri dan kelompoknya yang paling benar seraya menyalahkan paham lain.
Bukan tidak mungkin, ekstremis demikian menilai barisan PraGib adalah kafir, kelompok yang harus diberangus, dengan cara apapun. Karena begitulah propaganda yang potensial dilakukan kelompok ekstremis.
Hanya kelompok ekstremis, baik jihadis, takfiri (sayap kanan) maupun ekstremis ideologis (sayap kiri) yang punya keterampilan propaganda dan potensial menjadikan jalan kekerasan sebagai bagian dari politik untuk merebut kekuasaan. Nyaris seperti anarko sindikalisme.
Mereka bisa membuat propaganda lewat guru-guru besar di kampus-kampus, meski sebenarnya tidak mewakili institusi pendidikan sebagaimana dikatakan Rektor Unair. Hanya sebagian kecil, tapi demi propaganda, bisa saja dilakukan.
Ekstremis punya keterampilan untuk mempengaruhi alam bawah sadar dan potensial menunggangi gerakan aktifis mahasiswa yang selama ini tak berdaya.
Lewat tangan ekstremis, bisa saja energi tumbuh berlipat ganda untuk melawan siapapun yang menghalangi jalan mereka demi berkuasa.
Jika kita melihat agitasi lewat kampus berjalan, lalu diikuti gerakan ekstrem mahasiswa yang tak lazim dan tiba-tiba jelang Pilpres, OTK-OTK bertebaran dimana-mana, berhati-hatilah.
Wahai bangsa Madura, kita adalah bangsa yang kuat, jangan mau dipecah belah. Waspadalah terhadap Orang Tak Dikenal di daerahmu, di hotel-hotel dan rumah-rumah politisi.
Yakinlah, Indonesia mampu melewati situasi ini. Perlu pemimpin kuat untuk Indonesia yang besar.
Pemimpin yang punya pengalaman dan tak terjebak pada sandiwara ekstremis, kanan maupun kiri.
Salam Indonesia Maju!
Prabowo-Gibran satu putaran (*)