TROL, – Pemerintah Indonesia mengambil penuh penyelenggaraan haji sejak 1951, sebelumnya penyelenggaraan haji dimonopoli oleh biro swasta asal Belanda pada tahun 1893 an. Namun pada 1922 Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan penyelenggaraan haji oleh kaum pribumi.
Kementerian Agama menyebutkan sejarah pemberangkatan calon jemaah haji reguler Indonesia dimulai pada 1988 dengan 6.044 orang.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji memberikan mandat kepada pemerintah untuk melakukan tiga tugas sekaligus, yaitu perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada jamaah Indonesia di setiap musim penyelenggaraan ibadah haji.
Beberapa peristiwa yang tercatat dari sejarah pelaksanaan ibadah haji di Indonesia antara lain :
Pada 1825 karena besarnya keterlibatan para haji dalam melakukan perlawanan di nusantara pada akhir abad kesembilan belas, pemerintah kolonial pada tahun 1825, 1827, 1831 dan 1859 mengeluarkan berbagai resolusi (ordonnatie) yang ditujukan untuk pembatasan ibadah haji dan memantau aktivitas mereka sekembalinya ke tanah air. (Yudi Latif, Indonesia, Muslim Intelligensia dan Kekuasaan).
Pada 1912 Muhammadiyah mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak. Perintis munculnya Direktorat Urusan Haji.
Tahun 1922 Volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat Hindia-Belanda) mengadakan perubahan dalam ordonasi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordonasi 1922. Ordonasi ini menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengangkutan calon haji.
Kongres Muhammadiyah ke-17 pada 1930 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran sendiri bagi jamaah haji Indonesia.
Selanjutnya pada 1947 Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasjim Asj’ari mengeluarkan fatwa dalam Maklumat Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan bahwa ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.
Lalu 1948 Indonesia mengirimkan misi haji ke Makkah dan mendapat sambutan hangat dari Raja Arab Saudi. Tahun itu, Bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah.
Keppres Nomor 53 Tahun 1951, menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah.
Dan pada 1952 dibentuk perusahaan pelayaran PT. Pelayaran Muslim sebagai satu-satunya panitia haji dan diberlakukan sistem quotum (kuota) serta pertama kali diberlakukan transportasi haji udara.
Pada tahun 1959 Menteri Agama mengeluarkan SK Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950 dan SE di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Pebruari 1959 yang menyatakan bahwa satu-satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan perjalanan haji adalah Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia (YPHI).
Pada 1960 keluarnya perturan pertama tentang penyelenggaraan ibadah haji melalui Perpres no 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Terbentuk Panitia Negara Urusan Haji (PANUHAD). Pada tahun 1962, PANUHAD berubah menjadi PPPH (Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji). PPPH dibubarkan pada tahun 1964 dan kewenangan penyelenggaraan haji diambil alih oleh pemerintah melalui Dirjen Urusan Haji (DUHA).
Pada 1965 dikeluarkan Kepres Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. PT. Arafat pada tanggal 1 Desember 1964 yang bergerak di bidang pelayaran dan khusus melayani perjalanan haji (laut) hanya mampu memberangkatkan 15 ribu jamaah melalui laut.
Pada 1969 diberlakukan Kepres Nomor 22 Tahun 1969, Pemerintah mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji. Hal ini disebabkan banyaknya calon jamaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan swasta.
Tahun 1975 PT Arafah mengalami kesulitan keuangan dan pada tahun 1976 gagal memberangkatkan haji karena pailit.
Tahun 1979 Keputusan Menteri Perhubungan No. SK-72/OT.001/Phb-79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut dan menetapkan penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan pesawat udara.
Pada tahun 1985 pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan haji.
Tahun 1999 ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Kuota haji kemudian terbagi menjadi 2, yakni Haji reguler dan Haji khusus. Pendaftaran haji regular melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu. Diberlakukan untuk pertama sekali setoran awal sebesar 5 juta yang disimpan dalam tabungan atas nama jamaah haji.
Tahun 2001,setoran awal bagi jamaah haji regular naik menjadi 20 juta pada tahun 2001 yang disimpan dalam tabungan atas nama jamaah haji. Terbitnya Kepres Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat sebagai salah satu mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999.
Tahun 2004 Setoran awal bagi jamaah haji reguler sebesar 20 juta yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.
Ditetapkannya UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pendaftaran dilakukan sepanjang tahun melalui SISKOHAT dengan prinsip first come first served.
Pada 2010 setoran awal bagi jamaah haji reguler naik menjadi 25 juta yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.
Kemudian pada 2014 ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang salah satu mandatnya adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) paling lambat September 2015. Selain itu, penggunaan kuota jamaah haji dilakukan secara transparan dan akuntable sesuai dengan urutan porsi, pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3, upgrade bus shalawat yang beroperasi selama 24 jam untuk mengantar jamaah dari pemondokan ke Masjidil Haram, penghematan biaya operasional penyelenggaraan haji dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji, serta revitalisasi Asrama Haji.
Tahun 2015 implementasi total pelaksanaan pilot project e-hajj yang ditetapkan otoritas Arab Saudi, pengendalian daftar tunggu jamaah haji dengan memprioritaskan calon jemaah haji yang belum pernah melaksanakan ibadah haji dan menghimbau yang sudah berhaji untuk memberikan kesempatan kepada yang belum pernah berhaji karena haji wajib hanya sekali seumur hidup.
Pernah Tidak Berangkatkan Calon Haji
Dalam sejarahnya (Indonesia) pernah tidak memberangkatkan calon jemaah haji. Tercatat pada periode 1913-1914 terjadi Perang Dunia I di Eropa. Kala itu biaya hidup dan transportasi menjadi mahal. Pun tidak ada transportasi milik Belanda yang beroperasi.
Kemudian hal serupa terjadi pada periode 1937-1948 saat terjadi Perang Dunia II yang berlangsung di hampir seluruh belahan Bumi. Saat itu juga Indonesia baru saja merdeka.
Kuota Haji Indonesia
Kuota calon jemaah haji Indonesia sempat mendapat pengurangan dari Kerajaan Arab Saudi sebanyak 20 persen era 2013-2016. Periode itu sedang dilaksanakan renovasi Masjidil Haram. Setelah itu pada 2017
kuota bertambah 10 ribu.
Diketahui sebelum renovasi dimulai, yaitu pada 2012 hanya memberangkatkan 192.290 calhaj. Kemudian pada 2019, kuota haji Indonesia bertambah sebanyak 10 ribu menjadi 231 ribu.
Namun, pada 2020 dan 2021, Indonesia tidak mendapatkan kuota haji karena pandemi Covid-19 yang juga terjadi Arab Saudi .
Pada 2022 Indonesia mendapat kuota haji sebesar 100.051 orang.
Pada 2023 kuota haji Indonesia terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler, dan 17.680 jemaah haji khusus,ditambah petugas haji 4.200 kuota.
Pada 2024 berjumlah 241 ribu orang, terdiri atas 213.320 jamaah haji reguler dan 27.680 jamaah haji khusus.
*sumber: kemenag.go.id, indonenesiabaik.id