Oleh: Fauzi As
Lembar XXXII
TROL, Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Di sofa salah satu hotel yang ada di Surabaya itu saya berbaring. Meski terasa sudah mengantuk, saya paksakan mata ini menatap tayangan pemberitaan Firli Bahuri yang ada di layar TV. Dugaan pemerasan yang melibatkan ketua KPK, membuat mata ini tahan terhadap kantuk.
Setelah menghisap sebatang rokok sayapun memperbaiki posisi bantal di kepala. Maklum, perjalan luar kota tak hanya membuat mata mengantuk, tapi sekujur tubuh terasa lelah.
Di tengah rasa kantuk tersebut, tiba-tiba muncul pertanyaan di kepala saya. “Kemana larinya uang 1,5 Milyar itu? Apakah termasuk catatan jatah M1? lalu siapa saja yang telah menikmati uang itu?”
Ya! uang yang disebut-sebut sebagai permintaan upeti seorang pejabat tinggi di Sumenep. Uang senilai Rp. 1,5 Milyar itu diantar secara bertahap ke salah satu rumah oknum pejabat di Sumenep, ADP. Infonya, ADP tidak sendirian.
Semua tercatat dengan baik dalam buku putih. Secara detail buku putih itu mengurai kemana aliran mengalir. Semua tentunya sesuai perintah dari sang oknum pejabat, ADP.
Misal, Rp. XXX untuk Bappeda, Rp. XXX untuk tim. Lalu Rp. XXX untuk M1 dan masih banyak lagi aliran lainnya. Sengaja nominal kepada penerima aliran tidak saya sebutkan. Saya cukup sebutkan salah satu saja. Yakni untuk anak yatim sebesar Rp 350.000.000.
Saya makin kaget karena dalam catatan buku putih yang saya dapatkan bulan lalu itu ada nama terang mantan M1. Di sana disebutkan bahwa permintaan itu atas nama Istrinya. Kabarnya, sang mantan itu meminta bonus di awal. Jika dirupiahkan, angkanya cukup fantastis dengan total milyaran.
Masih ada lagi. Kali ini dalam buku putih itu ada pejabat di lingkungan Pemkab Sumenep yang juga meminta jatah atas nama istrinya. contoh dalam Akta Jual Beli Nomor 0X/XX21 atas nama Sri Purnamawati. Tanah dengan 4 Sertifikat ini diduga dibayar dengan kwitansi akal-akalan sebesar Rp. 600.000.000. Apakah ini istri dari MRML? Maaf jangan dimaknai dengan Master ML Dewasa? meski dalam data yang saya miliki pejabat ini bertangan kotor.
Mungkin catatan buku putih itu sangat menakutkan. Tapi ternyata tidak semua demikian. Ada juga catatan yang membuat perasaan saya masih yakin bahwa ternyata masih ada pejabat baik yang tersisa.
Di sana terdapat catatan yang dicoret merah. Catatan itu menunjukkan angka Rp 50 juta ditambah dengan pembelian motor listrik senilai Rp 32 juta. Kedua aliran tersebut diatasnamakan bapak seluruh ASN di Sumenep. Bedanya, pejabat yang satu ini menolak aliran dana tersebut.
Saya mencoba melakukan cek dan ricek. Saya pun melakukan Video Call dengan si kurir upeti. Ternyata, menurut dia, bapaknya ASN itu memang menolak. “Beliau menolak mas. ADP yang mengantar langsung ke ruangannya,” ungkapnya.
Info kurir tersebut persis seperti yang saya terima dari narasumber lainnya. Tentu hal itu membuat saya kasihan jika bapaknya ASN ini nantinya juga bakal sibuk diperiksa. Namun, saya yakin bahwa kebenaran selalu mencari jalannya sendiri.
Mungkin dengan mengungkap buku putih ini saya dianggap sedang menyulut mercon renteng dengan sumbu panjang. jika sumbunya tidak segera dipotong maka, ledakannya pasti kemana-mana. Namun bagi saya terkadang kegilaan lebih “produktif” dari pada kewarasan.
Apapun anggapan mereka tentang saya, penting untuk saya sampaikan kepada mahluk yang berkode M1 atau ADP bahwa saya bukan bagian dari penyembah pembohong untuk mendapat insentif. Saya juga bukan golongan pemburu yang mundur karena badai. Saya hanyalah pemancing sabar, dengan modal satu umpan kemudian membawa ikan satu nampan.
Sedikit mengutip kata bijak sebagai nasehat bagi siapapun yang mau jadi juru damai. Bahwa tidak selalu yang kau pikirkan itu benar. “Kalau kau tidak mengerti alasan sebenarnya bukan berarti semua jadi buruk dan salah menurut versimu sendiri”.
Tiba-tiba pesawat telepon di pojok kamar hotel itu berdering keras. Suaranya mengagetkan. Dengan perasaan capek saya ambil gagang telepon itu lalu saya tempelkan ditelinga kiri saya. Terdengar ada suara perempuan dengan nada lembut menyapa. “Pak Kamarnya diperpanjang tidak? soalnya sudah jam 12,” ucapnya. Mendengar pertanyaan itu saya pun tambah kaget. Ternyata saya tertidur di sofa selama delapan jam lamanya. Dalam keadaan bingung, muncul pertanyaan di benak saya, ternyata cerita di atas hanyalah mimpi mirip berita Firli Bahuri.