TROL, – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penjelasan tekait fenomena munculnya gunung api lumpur Bledug Kramesan yang terletak di dusun Medang, Sendangrejo, kecamatan Ngaringan, kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Bledug Kramesan memiliki ketinggian 25 meter dari permukaan tanah. Bledug-bledug ini adalah material dari mud diapir yang lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan maupun struktur sesar.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan bahwa fenomena sudah ada sejak lama dan hal tersebut dijumpai pada beberapa naskah dari kerajaan-kerajaan di jawa mengenai kehadiran mud volcano ini.
Wafid menjelaskan bahwa area terjadinya Bledug Kramesan berada pada umur Paleogen yang termasuk dalam Pati Through dan memungkinkan diendapkannya sedimen secara cepat dan tebal.
Secara fisiografi termasuk pada antiklinorium Zona Rembang yang terdiri atas pegunungan lipatan berbentuk antiklinorium yang memanjang ke arah barat – timur, dari kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura. “Batuan yang diendapkan pada zona ini setelah mengalami burial dan kompresi akan membentuk mud diapir yang terdiri atas material halus unconsolidated. Di mana material halus tersebut dapat lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan dan struktur geologi yang ada,” kata Wafid dalam keteranganya, Senin (25/3).
Wafid menyebut, ada beberapa faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya mud diapir, antara lain amblesan, kecepatan pengendapan, lapisan plastis, overpressure, dan under-compacted, potensi hidrokarbon, produksi air diagenetic, tektonik kompresi, dan gradient panas bumi. “Secara struktur geologi bledug terletak pada area yang tidak padat patahan dan kelurusan karena sifatnya yang plastis sehingga pada daerah mud diapir tidak terindikasi adanya kelurusan patahan, namun terdapat struktur geologi berupa antiklin dengan sumbu relatif barat daya – timur laut,” ujarnya.
Kemudian, terkait dengan meningkatnya aktivitas dari semburan lumpur pascaterjadinya gempa di Bawean pada 22 Maret 2024 dengan skala 6.5 SR, Badan Geologi menduga hal tersebut dapat menyebabkan beberapa hal. Pertama, sistem migrasi hidrokarbon maupun lumpur menjadi lebih aktif karena adanya bukaan berupa rekahan maupun patahan sebagai akibat adanya gempa dangkal ini. “Kedua, gejolak lumpur di daerah sekitar Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan menemukan jalannya untuk keluar melewati rekahan yang terbentuk akibat gempa tersebut,” ucap Wafid.
Lebih lanjut, Wafid meminta masyarakat di sekitar area Bledug tidak perlu merasa panik dan tidak mempercayai berita-berita yang tidak bertanggungjawab serta tidak jelas dasar keilmuannya sehingga dapat memberikan penafsiran yang beraneka macam.
Badan Geologi akan terus memonitor perkembangan fenomena alam ini. “Fenomena terjadinya Bledug Kramesan di daerah Grobogan tersebut bukanlah suatu fenomena yang luar biasa. Apalagi tidak jauh dari Bledug Kramesan terdapat Bledug Kuwu yang secara umum sudah diketahui oleh publik sebagai fenomena mud volcano [gunung lumpur] yang sudah berlangsung selama puluhan tahun,” tuturnya.(*)