Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
TROL,- CERITA ini hanya lelucon, semacam “dark jokes”. Kebetulan aktornya sama dengan cerita Fauzi As: Pi’i, Pi’u dan Pi’li.
Selain santri, tiga anak ini rajin bekerja. Pi’li supir angkutan umum mini bus, dari Sumenep ke Pamekasan. Pi’i kernet dan Pi’u salah satu penumpang.
Hari itu, penumpang penuh. Suasana sesak, berdesak-desakan.
Pi’u duduk di kursi belakang paling Kanan Terlihat lesu, tatapan kosong dan tiba-tiba pendiam.
Penumpang lain tak ada yang kenal Pi’u. Hanya Pi’i dan Pi’li yang kenal, Pi’i bahkan tahu banyak rekam jejak Pi’u.
Menjelang Pasar Keppo, penumpang belingsatan, misu-misu, tutup hidung dan kipas-kipas.
Bau bangkai menyambar hidung Pi’i Kesel. Seorang penumpang tak tahan, rada emosi, lalu teriak:
“Sapah akento’ kana’, huh, korang ajher!” (Siapa yang kentut ini, kurang ajar)
Bau keringat campur kentut. Yang lain bereaksi, hanya Pi’u yang tenang, sembari membuka kaca mobil.
Pi’i melirik Pi’u, curiga. Pi’i tahu Pi’u pandai main watak, meski dalang, kadang menampakkan diri sebagai wayang.
Pi’i menduga, Pi’u sedang hibernasi, menghemat energi, karena sedang banyak masalah.
Batin Pi’u tampak rada goncang, emosional dan wajah mengkerut.
Pi’i tahu Pi’u terganggu masalah yang ia mulai sendiri.
Sebelum tiba di terminal mini bus di Pamekasan, Pi’i menagih duit/karcis semua penumpang.
Penumpang kursi belakang menitipkan ke penumpang di kursi tengah, karena Pi’i tak menjangkau.
Pi’i usil, ia hitung, jumlah uang sesuai dengan jumlah penumpang. Tapi, Pi’i sengaja melotot lalu teriak:
“Korang sittong reyah, sapah se ta’ majer reh?” (Kurang satu ini siapa yang belum bayar)?
Seluruh penumpang diam, ada yang saling menoleh.
Lalu Pi’i semakin beringas dan bilang:
“Areyah se akento’ se ta’ majher reh, paleng se e padduh…” (Ini yang kentut yang belum bayar paling yang di pojok…)
Wajah Pi’u tiba-tiba merah, emosi, lalu, tanpa sadar menimpali:
“Aaapa be’na, makeh akento’ engko’ mareh majher pate’…”(apa, aku meski barusan ngentut sudah bayar)
Tanpa dipandu, Pi’i, Pi’li dan semua penumpang ngakak terpingkal-pingkal…
Akhirnya terungkap juga, meski pelakunya tak sadar bahwa ia hanya bisa jujur ketika emosi tak terkendali…
Lelucon ini hanya fiksi ya bro….