(Oleh : Hartono)
(TransIndonesia.online Sumenep)
TROL, – Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia merupakan salah satu kontributor utama terhadap pendapatan negara, terutama melalui cukai hasil tembakau (CHT). Dalam beberapa tahun terakhir, peran IHT dalam perekonomian semakin terasa, dengan penerimaan CHT mencapai ratusan triliun setiap tahunnya. Namun, keberadaan produk tembakau dan rokok ilegal menjadi ancaman serius bagi stabilitas sektor ini.
Hingga Juli 2024, realisasi CHT tercatat mencapai 111,4 triliun, yang sayangnya baru memenuhi 48 persen dari target tahunan sebesar 230,4 triliun. Pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini dengan menaikkan tarif CHT sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024, namun hasilnya belum memuaskan. Penerimaan dari CHT pada tahun 2023 hanya mencapai 213,5 triliun, atau sekitar 91,8 persen dari target. dikutip dari detikcom
Salah satu penyebab utama turunnya penerimaan negara adalah keberadaan rokok ilegal. Jika pabrik-pabrik rokok ilegal terus dibiarkan beroperasi, terutama dengan adanya oknum pejabat yang terlibat, proyeksi penerimaan CHT akan semakin menurun. Hal ini sangat merugikan negara, terutama mengingat potensi kehilangan penerimaan bisa mencapai 213 triliun.
Khususnya di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, maraknya perusahaan rokok ilegal mempengaruhi pendapatan negara. Harga rokok ilegal yang jauh lebih murah menarik perhatian konsumen, membuat mereka lebih memilih produk tersebut dibandingkan rokok legal. Ini memberi dampak negatif terhadap kas negara.
Rokok ilegal tidak hanya merugikan dari sisi ekonomi, tetapi juga mengancam lapangan kerja. Diperkirakan, negara berpotensi kehilangan hingga 160,6 triliun dalam penerimaan perpajakan, dan lebih dari 2,2 juta tenaga kerja berisiko terdampak. Situasi ini mengharuskan pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkret untuk menanggulangi masalah tersebut.
Dampak dari keberadaan rokok ilegal tidak hanya dirasakan oleh IHT, tetapi juga berpotensi memicu penurunan produksi di perusahaan rokok legal. Hal ini bisa berujung pada penurunan cukai yang diterima negara dan menimbulkan krisis lapangan kerja. Jika kondisi ini terus berlanjut, pendapatan negara dari sektor ini bisa tergerus.
Dalam konteks ketenagakerjaan, data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hingga September 2024, hampir 59 ribu orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini menunjukkan peningkatan yang mencolok dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Melihat situasi ini, pemerintah harus segera menutup pabrik rokok ilegal, terutama yang beroperasi di Sumenep dan Pamekasan.
Dengan ancaman besar yang ditimbulkan oleh rokok ilegal, sudah saatnya pemerintah bertindak tegas. Apakah Pak Prabowo yang baru dilantik sebagai Preaiden RI bersedia mengambil langkah untuk melindungi perekonomian negara dan memastikan keberlanjutan IHT serta lapangan kerja yang ada?