Oleh: Hartono
(Pimpinan Trans Indonesia Sumenep)
TROL, – Miris lakon kejahatan berbalut penegakan hukum. Ini soal benda yang disebut emas barang berharga yang menjadi salah satu patokan harga berbagai komoditi.
Peristiwanya sudah lama, tapi tetap asyik diingatan, terjadi di tahun 2020 lalu.
Ini soal peristiwa pilu, sepilu -pilunya, dan sadis melebihi sadisnya cerita Sumanto yang memakan daging mayat manusia beberapa tahun silam.
Menakutkan bagi semua orang khususnya masyarakat di kabupaten Sumenep.
Diantara lokasi kejadian bukan di daerah antah berantah, hutan rimba atau gurun sahara,justru di tempat yang dianggap aman bagi banyak orang, yaitu di kantor polisi polres Sumenep. Tempat hukum mulai ditegakan, dan perlindungan bagi masyarakat. Ditempat inilah pedagang emas mengaku diperdaya.
Pedagang emas yang mengumpulkan keuntungan untuk biaya hidup
harus menjual etalase dan isinya lantaran membayar sang pelapor yang bisa diduga berkolaborasi dengan polisi atau sekurang – kurangnya polisi mengetahuinya. Buktinya saat pembayaran dilakukan di salah satu ruangan tempat penyidikan sekaligus disaksikan oleh beberapa oknum anggota polres Sumenep.
Pedagang itu berkisah, ia bayarkan Ratusan juta .Angka itu nilainya puluhan kali lipat uang pembelian dari emas oleh pelapor yang yang hanya 3,5 jt lebih .
Kisah itu adalah (WH ) yang diduga Oknum LSM melaporkan pedagang kepada polisi,Dalam laporanya emas yang ia beli kadar karatnya lebih rendah dibanding taksiran Pegadaian. Belum jelas pula Pegadaian apa dan dimana yang dimaksudkan.
Naaaah dalam peristiwa itu laporan di Polres Sumenep tidak berlanjut dengan adanya pembayaran oleh pedagang kepada pelapor di salah satu ruang penyidikan disaksikan oleh oknum penyidik, lengkap kan? .
Serasa perut mau muntahkan isinya dengar kisah itu. Bagaimana tidak warga yang dilaporkan di kemplang oleh yang melaporkan dirinya di dalam ruangan tempat polisi bekerja dan disaksikan oleh oknum polisi juga.
Sulit dirasakan apa yang terjadi disegenap tubuh warga saat membayar disaksikan oleh sejumlah oknum polisi.
Semakin tertindas warga itu mungkin sebab rasa takut yang sangat tinggi, pastinya kejadian itu begitu manakutkan dirinya, dan tak mudah baginya melupakan.
Bahkan kabarnya ada salah satu terlapor yang diintimidasi dengan ditanyakan oleh oknum penyidik, kamu mau lebaran disini atau diluar.?
Lho apa, sudah di pastikan bersalah pedagang emas itu kan belum ada pembuktian, kata teman saya yang jauh melalui telepon seluler. Dia menjawab pertanyaanya sendiri apa alasan polisi menghentikan pemeriksaan, sedang pembuktian belum dilakukan “Soal beda kadar karat pada emas tersebut apa bisa hanya berdasarkan taksiran dari pegadaian”, terus teman saya.
Hemat penulis Pegadaian menggunakan taksiran terendah.Dalam hal ini hasil uji Laboratorium atau otoritas yang ditunjuk oleh pemerintah-lah yang menentukan soal kadar emas.
Pada pertemuan di taman bunga pusat kota Sumenep terekam jika sang pelapor WH minta uang 150 juta kepada terlapor yaitu pedagang emas, berlanjut pada rekaman percakapan lewat telepon terlapor menanyakan kepada WH 150 juta untuk apa, apa mau buat rumah, atau mau beli mobil, atau mau biaya beristri dengan nada tertawa sang pelapor mengatakan saya orang tak punya.
Saat menyimak isi rekaman percakapan antara pelapor dan terlapor, teman saya yang lainya yang aktif pada sebuah media masa, nyeletuk, ini pekerjaan enak mas, “maling dan jambret emas di penjara, tapi ini yang merampok dengan jelas justru difasilitasi oleh oknum polisi ” Hebat Sumenep ini Hahaha ucapnya sambil tertawa.
Dalam peristiwa ini siapa yang jahat,teman saya yang tanya kepada saya, apa polisi yang menangani juga jahat, kalo pembayaran dilakukan di ruang penyidikan artinya apa? saya tidak menjawab, tapi teman saya menjawab sendiri kata dia, wah sadis itu,? kata dia.
Singkat cerita pedagang emas dikemplang uang ganti rugi hingga ratusan juta rupiah oleh pelapor. Dan proses hukumnya juga tidak berlanjut ke pengadilan alias di SP3.
Pada konteks ini mungkin pelapor telah mencabut laporanya,jika benar laporan dicabut sebagian orang bisa berpendapat “bagai pasang bubu, ikan masuk perangkap dan bubu diangkat” Mengapa? sebab penyidik belum mencari akar persoalan yaitu diantaranya ke para ahli soal karat emas.
Atau jika dugaan keterlibatan penyidik memang benar terjadinya SP3 orang lain bisa menggambarkan bagai “melepas anjing pemburu, setelah buruan ditangkap akan diserahkan pada tuan-nya’
Tak salah orang beranggapan seperti itu, sebab pembayaran dilakukan di salah satu ruang penyidik dan disaksikan oleh oknum anggota polres Sumenep.
Seorang polisi berpangkat Bripka kepada sejumlah wartawan mengatakan bahwa dalam kasus ini saat pelapor membeli emas kepada terlapor merasa ditipu.
“Tugas kita membuat terang peristiwa dugaan pidana yang dilaporkan oleh pelapor,” kata polisi bergelar sarjana hukum itu, mengutip pemberitaan sebuah media
Wewenang Penyidik itu sendiri terdapat dalam pasal 7 KUHAP .
Tugas dari seorang penyidik kepolisian harus menemukan bukti-bukti maupun saksi disamping itu harus memperhatikan hak-hak tersangka dan dilakukan pemeriksaan sebagai subyek dan tidak boleh ada tekanan dalam pemeriksaan.
Atau lantaran sulit pembuktian dan dianggap SUMIR,lalu pelapor berupaya lain yang penting dapat uang, bisa saja kan.
Tetapi perlu hela nafas panjang jika dengar pembayaran terjadi di ruang penyidik,SUMIR juga itu . Lalu bagaimana kata polisi berpangkat Bripka soal “membuat terang dugaan tindak pidana” itu. Kok nampak malah abu-abu
Sambil menunggu kemana muara peristiwa ini, ingatan kita pasti kepada sebuah film yang pernah kita tonton yang menggambarkan polisi pelihara bandit.