BPS: 72,19 Persen Petani RI Berskala Kecil, Rata-rata 5,23 Juta Dalam Setahun

foto : Buruh tani di Kasreman, Ngawi, Jawa Timur, Selasa 23/10/2018/antara/ari bowo sucipto

TROL, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan data survei terintegrasi pertanian terakhir yang dilakukan pada 2021. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengungkapkan 72,19 persen petani di Indonesia merupakan petani skala kecil dengan rata-rata pendapatan bersih sebesar 5,23 juta dalam setahun.

Angka tersebut jauh berada di bawah besaran garis kemiskinan, yakni pendapatan 535.547 per bulan. Sedangkan rata-rata pendapatan bersih dari petani skala besar adalah 22,98 juta dalam setahun.

“Banyak hal yang bisa dianalisis dari data ini, soal ketimpangan petani, distribusi pendapatan, dan dikaitkan dengan gini rasio,” ucapnya di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Selasa, 7 Maret 2023,mengutip tempo.co

Petani yang masuk dalam kategori skala kecil merupakan petani yang hanya memiliki lahan maksimal 2 hektare dengan jumlah ternak yang dipelihara maksimal 3 ekor.

Menurut Habibullah, petani skala kecil paling banyak berada di Pulau Jawa sebesar 58,18 persen. Angka petani skala kecil tertinggi di Pulau Jawa berada di Jawa Timur sebesar 20,08 persen, lalu Jawa Tengah 18,13 persen, dan Jawa Barat 14,85 persen.

Kemudian jumlah petani skala kecil terbesar kedua berada di Pulau Sumatera dengan persentase 20,29 persen. Lalu 6,89 persen di Sulawesi, 7,45 persen di Bali dan Nusa Tenggara. Kemudian 4,41 persen di Kalimantan, dan 2,78 persen di Maluku dan Papua.

Adapun lima provinsi dengan rata-rata pendapatan terendah adalah Papua, yakni sebesar 60.584 per hari. Kemudian disusul oleh Kalimantan Selatan sebesar 87.797, DKI Jakarta 105.385, dan Sulawesi Tengah 110.190, dan NTT 116.543.

Sedangkan rata-rata pendapatan petani skala kecil tertinggi berada di Riau, yaitu sebesar 310.747 per hari. Lalu petani skala kecil di Jawa Tengah sebesar 298.893, Lampung 297.295, Kalimantan Utara 286.096, dan Bengkulu 270.830.

Sementara itu, ia mengungkapkan distribusi penduduk bekerja nasional per Agustus 2022, pertanian mencapai 28,61 persen dari total penduduk bekerja 135,3 juta orang. Tetapi persoalan yang mendasar, kata dia, penduduk miskin yang ada sebanyak 14,38 juta jiwa di pedesaan, justru 67,57 persen bekerja di sektor pertanian.

“Karena itu dibutuhkan evaluasi dan monitoring progress pembangunan sektor pertanian dan wilayah pedesaan secara lengkap, cepat, akurat, dan hemat,” tuturnya.

Lahan di Bawah Standar

Habibullah mengatakan total lahan yang masuk dalam kategori itu sebesar 89,54 persen. Data tersebut merujuk pada Survei Pertanian Terintegrasi yang dilakukan BPS pada 2021.

“Jadi seorang petani kalau dilihat dari sisi ekonomi, 89,54 persen ini agak sulit untuk berkelanjutan karena secara ekonomi sulit untuk menjamin produksi berikutnya,” kata Habibullah di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Selasa, 7 Maret 2023.

Ia menyebutkan hanya 42,48 persen petani yang mengalami profit sesuai standar pertanian berkelanjutan. Namun, 92,48 persen lahan di Indonesia masuk dalam standar keseburuan tanah yang berkelanjutan. Begitu pun dengan penggunaan air yang 92,17 persennya sudah berkelanjutan.

Di sisi lain, Habibullah juga menilai 40,54 persen petani di Indonesia sudah mulai memahami risiko penggunaan pupuk pestisida terhadap pengelolaan pertanian yang berkelanjutan. Sedangkan 29,02 persen lainnya masih menggunakan pestisida dalam kategori aman.

“Artinya ada risiko-risiko yang sudah diketahui petani sehingga penggunaan pestisidanya yang tidak berkelanjutan turun menjadi 30,44 persen,” kata dia.

Sementara dari sisi dimensi sosial, yaitu pekerjaan yang layak, keamanan pangan, dan kepemilikan lahan, BPS menilai mayoritas sudah sesuai dengan standar produktivitas dan pertanian yang berkelanjutan.

“Ini indikator makronya yang bisa kita lihat yang berkaitan dengan proporsi lahan pertanian yang pengelolaannya di bawah batas kriteria produktif dan berkelanjutan,” tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian telah meminta seluruh kabupaten dan kota untuk segera menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Permintaan itu tertuang dalam peraturan daerah (perda) tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian.

Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Jan S Maringka mengatakan dari 514 Kabupaten atau kota di seluruh Indonesia, baru 260 yang telah memiliki LP2B dalam perda RTRW. “Banyak terjadi ahli fungsi lahan, namun upaya pencegahan atau penegakan hukumnya belum berjalan,” kata Jan Maringka, Senin, 28 Pebruari 2023.

Dia menyebutkan hingga saat ini luas baku lahan sawah di Indonesia mencapai 7,46 juta hektare. Sedangkan yang telah ditetapkan sebagai LP2B baru seluas 5,29 juta hektare.

Dari total luas lahan 7,46 juta hektare tersebut, diantaranya 659.200 hektare mengalami alih fungsi. Ia berujar 179.539 hektare dalam kondisi terbangun dan 479.661 hektare menjadi perkebunan. Imbasnya, menurut dia, terjadi hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap dan sejumlah masalah lingkungan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *