foto : warga di depan ponpes desa sugihan,kampak-trenggalek,Minggu (22/9)
TROL,Tulungagung – Puluhan orang mendatangi Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Hikam di desa Sugihan, kecamatan Kampak, -Trenggalek pada Minggu (22/9). Massa yang datang merupakan keluarga dan tetangga seorang santriwati yang melahirkan seorang bayi dua bulan lalu.
Mereka menuntut pertanggungjawaban pihak ponpes atas kehamilan yang diduga akibat kekerasan seksual. Kasus diketahui telah dilaporkan ke pihak berwajib namun hingga kini belum tertangani secara tuntas.
Massa mencari keberadaan pimpinan pesantren.
Kedatangan warga bersama korban dan bayinya dilakukan secara bertahap pada Minggu pagi. Mereka tiba di depan pesantren dengan mengendarai sepeda motor dan mobil pickUp.
Massa sempat berteriak-teriak meminta pimpinan pondok pesantren keluar dan memenuhi keluarga korban. Namun karena tak kunjung muncul, sebagian menyisir kawasan pondok untuk mencari pengasuh. Upaya tersebut gagal karena yang bersangkutan tidak ditemukan.
Salah satu warga Yaidi, mengatakan kedatangan warga bersama keluarga korban tersebut sengaja dilakukan untuk menuntut pertanggungjawaban pimpinan pesantren, terkait kasus salah satu santriwati yang hamil hingga melahirkan bayi.
“Kami meminta pertanggungjawaban kepada pemimpin pondok, ketika ada santri yang masih aktif di pondok tersebut hamil,” kata Yaidi, Minggu (22/9).
Warga mengaku geram atas sikap keluarga pesantren yang acuh terhadap kasus asusila tersebut. Terlebih terduga pelaku merupakan pimpinan pesantren itu sendiri.
“Hasil sementara masih kosong, nanti malam ke sini lagi untuk mempertemukan antara korban dengan pemimpin pondok,” ujarnya
Polres Trenggalek Dianggap Lamban
Warto,ayah korban kecewa kesulitan bertemu dengan pelaku dan pihak kepolisian yang lamban menangani kasus ini.
Menurut Warto putrinya mengaku pimpinan pesantren diduga sebagai penyebab kehamilannya. “Saya tidak terima karena anak saya bercerita kalau dihamili oleh pemimpin pondok, tapi sampai sekarang saya sendiri belum bisa bertemu dengan pemimpin pondok, bahkan polisi pun diam saja,” kata Warto, Minggu (22/9).
Warto mengaku telah melaporkan kasus yang terjadi ke pihak kepolisian dan beberapa kali berkomunikasi dengan penyidik. Setiap komunikasi, kata Warto, dirinya diminta untuk tidak gegabah. “Setiap berkomunikasi dengan pihak berwajib selalu diminta untuk tidak bertindak gegabah dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat,“ ungkapnya.
Penyidik Nunggu Bayi Lahir
Dalam kasus ini penyidik kepolisian sempat mengemukakan alasan tidak segera bergerak lantaran menunggu kelahiran bayi agar bisa melanjutkan proses investigasi lantaran kurang saksi. Namun ketika bayi sudah lahir, Warto melihat tidak ada perkembangan dari penanganan kasus.
”Bayi sudah besar, tapi tidak ada hasilnya dari Polres,” keluhnya. Warto berharap kepolisian mempercepat penanganan kasus untuk menghindari keresahan masyarakat yang kian meningkat. Ia menegasan hanya ingin proses hukum berjalan dengan adil dan pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu orang tua korban, mengaku tidak terima atas perbuatan pelaku yang telah menghamili anaknya hingga melahirkan.
“Yang jelas tidak terima, karena yang menghamili menurut cerita anak saya adalah pemimpinnya pondok,” kata Warto
Saksi Kurang,Kini Bayi Sudah Lahir
Saat awal kasus ini dilaporkan Warto mengaku sempat bertemu dengan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Trenggalek, ia mendapatkan penjelasan jika saksi tindak asusila tersebut cukup minim, sehingga proses selanjutnya harus menunggu saat anak korban lahir.
“Pak Gigih, bilang pertama kali itu begini, karena kurang saksi , waktu itu katanya menunggu bayi (lahir). Sekarang bayinya sudah sebesar itu, hasilnya seperti apa, nol kalau dari polres,” imbuhnya.
Dalam perkara ini pihaknya hanya menuntut agar pelaku diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Warto pun menolak jika anaknya akan dinikahi oleh pelaku.
“Kalau nanti sudah ada pertemuan (terduga pelaku), kalau katakanlah mau anak saya dinikahi, ya terus terang saya tidak butuh itu, saya tidak mau memiliki menantu seperti itu, karena perilakunya seperti itu saya tidak mau. Yang saya minta itu ya diproses hukum,” imbuhnya.(*)