TROL, Sumenep – Kasus dugaan aksi cabul yang dilakukan oleh salah satu pegawai Bank Jatim Cabang Sumenep inisial M terus menjadi perbincangan publik.
Pasalnya, hingga kini oknum pegawai Bank Jatim Sumenep yang dilaporkan atas dugaan berbuat cabul itu belum ditahan.
Penanganan Kasus yang Buram
Polisi belum secara terang menjelaskan apakah masih pada proses penyelidikan atau sudah tahap penyidikan. Sehingga muncul dugaan pelaku belum ditetapkan sebagai tersangka dan belum ditahan.
Namun, sebagian orang berspekulasi itu terjadi sebab terduga pelaku adalah suami perwira Polres Sumenep berpangkat AKP. Meskipun penyidik mengaku telah meminta keterangan dua orang saksi.
Informasi yang dikumpulkan media ini, seorang polisi juga sudah datangi Kepala Cabang bank tempat terduga pelaku bekerja.
Diperoleh keterangan, usai korban melapor ke Polres Sumenep, seorang perwira polisi mendatangi keluarga korban. Kedatangan perwira tersebut diduga menjadi mediator soal kasus yang dilaporkan ke polisi.
Menurut Kanit Reskrim Polres Sumenep Ipda Sirat, perwira yang mendatangi keluarga korban itu adalah AKP Widiarti, Kasubag Humas selaku istri dari terlapor.
“Itu yang mendatangi ipar korban si Madal, Bu Widi istri dari terlapor, ya mungkin itu karena suaminya yang dilaporkan, bukan Reskrim yang mediasi,” kata Sirat saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/5/23).
Dijelaskan, kasus tersebut tinggal menunggu punishment dari internal bank karena korban sudah membuat surat pernyataan.
“Korban sudah membuat surat pernyataan meminta sanksi agar pelaku (M) dipindah keluar kota dan diturunkan jabatannya dari jabatan sebelumnya lalu korban mau mencabut laporannya,” jelas Sirat.
Pengacara: Polisi Harus Netral
Terpisah, Azam Khan, seorang pengacara ternama asal Sumenep yang berkantor di Jakarta saat dimintai tanggapan soal kasus tersebut mengatakan, jika bicara hukum pidana, polisi harus netral sesuai KUHP.
Apalagi, lanjut Azam, jika itu menyangkut kasus yang ancaman pidananya di atas 5 tahun dan maksimal 9 tahun.
“Perkara pelecehan atau cabul ini kan menyerang kehormatan, asusila kepada seseorang dengan memaksa atau dipaksa, apalagi itu terjadi di Madura, sebab ini suatu kehormatan yang luar bisa dan dilindungi atau diproteksi,” ujarnya, Sabtu (20/5/23).
Menurut Azam, dalam kasus dengan ancaman pidana di atas 5 tahun polisi harus netral. Tidak boleh ia membuka suara semisal “kita menunggu ya”.
Apalagi jika seorang penyidik menyampaikan kasus tersebut mau dicabut atau akan didamaikan, itu tidak boleh. Jika sampai polisi menyampaikan begitu, secara otomatis dia menabrak kode etik.
“Terus yang ancamannya di atas 5 tahun, pelaku belum ditangkap sudah keluar bahasa ini akan didamaikan, loh ini apa maksudnya,” jelas Azam keheranan.
Ia pun menegaskan, kasus cabul sesuai Pasal 289 KUHP itu ancamannya diatas 5 tahun, maksimal 9 tahun.
“Ini beda dengan kasus delik aduan,” pungkas pengacara ternama itu. (Hartono)