foto ; ilustrasi
TROL, Kediri – Kisah tragis datang dari salah satu santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ishlahiyyah, kota Kediri, Jawa Timur yakni Bintang Balqis Maulana yang tewas mengenaskan dengan tubuh penuh luka.
Seperti diketahui remaja berusia 14 tahun ini tengah menuntut ilmu di Pondok Pesantren tersebut. Namun nyawanya harus menghilang karena diduga mengalami penganiayaan.
“Seorang santri diduga tewas karena dianiaya di sebuah pondok pesantren,” demikian narasi unggahan, Minggu, 25 Pebruari 2024 malam.
Setelah dinyatakan meninggal dunia, santri bernama Bintang Balqis Maulana dipulangkan ke ke rumahnya di dusun Kendenglembu, desa Karangharjo, kecamatan Glenmore, Banyuwangi.
Namun sebelumnya, fakta mengejutkan diungkap oleh sang ibu yakni Suyanti (38). Bintang sempat mengirimkan pesan terakhir pada ibu kandungnya.
Pesan terakhir dari yang dikirim Bintang berbunyi, “Cepat ma sini, Aku takut. Maaa tolong, Sini cepat jemput,” dikutip VIVA.co.id pada Senin 26 Pebruari 2024 dari salah satu sumber. Menurut Suyanti, pesan tersebut dikirimkan serentak pukul 16.28 WIB, Senin 19 Pebruari 2024. Lima hari kemudian, Sabtu dini hari 24 Pebruari 2024 Bintang dinyatakan tewas dengan kondisi tak wajar di tubuhnya.
“(Bintang) minta dijemput. Ditanya alasannya kenapa, tidak disebutkan. Intinya minta dijemput,” kata Suyanti.
Kafan Tidak Boleh Dibuka
Kakak Bintang, Mia Nur Khasanah menyimpan rasa kecurigaan dengan kematian sang adik. “Awalnya dikabarkan meninggal karena terjatuh di kamar mandi, kami pun kaget,” ujar sang kakak.
Di rumah duka, darah berceceran dari keranda mayat, keluarga Bintang pun meminta kain kafan dibuka tapi dilarang oleh pihak pesantren yang mengantarkan jenazah.
“Katanya sudah suci jadi enggak perlu dibuka,” kata sang kakak lebih lanjut. Kini,pihak keluarga pun telah melaporkan kasus kematian santri yang masih penuh misteri ini ke polisi dan kini telah melakukan penyelidikan dan pengamanan.
“Kami telah mengamankan 4 orang dan kami tetapkan sebagai tersangka lalu kami melakukan penahanan untuk proses penyidikan lebih lanjut,” kata Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji, dalam jumpa pers di Polres Kediri Kota.
Terungkap
Penyebab kematian seorang santri berinisial BBM (14) asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang meninggal di Pesantren Al Hanifiyah, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Jumat (23/2), akhirnya terungkap.
Dari penyelidikan polisi, kematian korban dikarenakan aksi pengeroyokan yang dilakukan oleh rekan-rekan sesama santri.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bramastyo Priaji mengungkapkan, peristiwa penganiayaan itu terjadi di lingkungan pesantren dan dilakukan oleh empat orang santri.
“Empat orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita laksanakan penahanan lebih lanjut,” ujar Bramastyo di hadapan awak media, Senin (26/2).
Keempat tersangka itu adalah MN (18) seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, serta AK (17) asal kota Surabaya.
Kapolres menambahkan, pengungkapan itu setelah ada laporan dari pihak keluarga korban ke Polsek Glenmore, Banyuwangi, pada 24 Pebruari, diikuti koordinasi ke Polres Kediri Kota.
Dari koordinasi itu, pihaknya lantas melakukan olah tempat kejadian perkara di Kediri dan pemeriksaan para saksi, hingga kemudian menetapkan status tersangka pada keempat orang pada 25 Pebruari.
Adapun motif para tersangka, kata Kapolres, adalah karena terjadinya suatu kesalahpahaman sehingga tersangka menganiaya korbannya.
“Tapi itu masih kita dalami lebih lanjut,” katanya.
Begitu pula dengan perihal kabar adanya luka bekas sundutan rokok, menurutnya masih terus dilakukan pendalaman karena penyidikan masih terus berlanjut.
“Kita juga masih dalami keterangan saksi-saksi, termasuk saksi dokter yang menerima jenazah di Banyuwangi,” pungkas Kapolres.
Adapun pihak Pesantren Al Hanifiyah mengaku tidak mengetahui adanya penganiayaan itu. Sebab laporan yang diterima dari pengurus karena jatuh terpeleset di kamar mandi.
“Saya dikabari (kondisi) sudah meninggal. Dapat laporan itu karena jatuh terpeleset di kamar mandi,” ujar Fatihunada, pengasuh pesantren Al Hanifiyah di hadapan para awak media, Senin (26/2).
Gus Fatih menambahkan, usai menerima kabar salah satu santrinya meninggal dunia, Jumat (23/2), dirinya segera bantu mengupayakan pemulangan jenazah ke Banyuwangi.
Bahkan, dirinya juga turut serta mendampingi pemulangan itu bersama sejumlah pengurus lainnya. Hingga saat itu pun, menurutnya, dirinya tidak menyangka santrinya itu adalah korban penganiayaan.
“(perihal penganiayaan) tidak tahu sama sekali. Jadi di luar prediksi saya dugaan semacam itu. Lawong dari awal bilangnya terpeleset,” lanjutnya.
Pihaknya pun menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada kepolisian.(*) dari berbagai sumber