Oleh : Hartono
(TransIndonesia Sumenep)
TROL, – Rokok ilegal menjadi sebagian masalah besar di Indonesia, terutama di daerah yang kurang terjangkau oleh pengawasan pemerintah. Salah satunya yang kini tengah menjadi sorotan adalah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang di dalamnya berkembang pesat industri rokok ilegal. Yang menjadi pusat perhatian saat ini ada di tiga kecamata di Kabupaten Sumenep. tiga kecamatan itu merupakan penyuplai rokok ilegal terbesar yang saat ini merambah di seluruh pelosok negeri, diantaranya Kecamatan Ganding, Guluk-Guluk dan Lenteng.
Anehnya, Aparat penegak hukum seakan-akan tutup mata, padahal tempat industri tersebut berada di pinggir jalan raya, yang luas lahannya tidak kurang dari satu hektar mudah dijangkau seperti gudang produksi rokok Gico, Dubai dan Fantastic, Albaik, milik Pengusaha inisial HM yang bertempat di Jalan raya Ganding dan rokok merk Adira serta Gudang biru milik Pengusaha berinisial SR yang bertempat di dusun Angsanah, Desa Lenteng barat yang lengkapi dengan mesin linting.
Kemungkinan besar bisnis tersebut sengaja dipelihara oleh oknum Pejabat atau Penegak Hukum dengan catatan setiap bulan memberikan setoran, sebab jika dnilai setoran itu lebih menggoda dibandingkan rokoknya. persoalan ini merupakan persoalan serius yang mengarah pada ketidak berdayaan aparat penegak hukum (APH) dalam menanggulangi kejahatan sekala besar di dunia bisnis rokok ilegal.
Rokok ilegal menjadi masalah serius baik dari segi perekonomian yang dapat merugikan negara. Bahkan juga berdampak terhadap pendapatan cukai yang hilang, dan membahayakan kesehatan masyarakat karena tidak ada jaminan kualitas atau pengawasan dalam proses produksinya. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa bisnis rokok ilegal ini tampaknya dilindungi oleh jaringan mafia yang cukup kuat, sehingga sulit untuk dibasmi meskipun telah ada regulasi yang jelas mengenai rokok tersebut.
Meliahat dari fenomena yang terjadi, tidak menutup kemungkinan adanya “setoran liar” sebab praktek seperti itu sering di temukan diberbagai daerah agar dapat menjalankan bisnisnya supaya terus berkembang. Setoran liar ini merujuk pada suap atau sejumlah uang yang diberikan oleh pelaku bisnis rokok ilegal kepada oknum aparat penegak hukum, sehingga mereka bisa lolos dari pemeriksaan atau penindakan. Kalau memang hal itu benar maka sudah menggambarkan bagaimana aparat penagak hukum kalah dengan mafia rokok ilegal yang saat ini telah merasuki berbagai lapisan lembaga negara, termasuk Bea Cukai dan kepolisian, yang seharusnya bertugas memberantas kejahatan semacam ini.
Sungguh ironis, jika dilihat dari perspektif negara, praktek rokok ilegal ini sangat merugikan perekonomian. Tidak hanya pendapatan dari cukai yang hilang, tetapi dari produksi dan distribusi rokok ilegal juga membuka celah bagi praktik-praktik kriminal lainnya, seperti pencucian uang dan penghindaran pajak. Hal ini tentu saja menciptakan ketidak adilan, di mana pelaku usaha yang jujur dan menjalankan bisnis dengan mematuhi hukum yang merasa dirugikan.
Pada kenyataannya masih banyak laporan mengenai keberadaan pabrik-pabrik rokok ilegal di tiga kecamatan itu, tidak ada tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum, seolah-olah ada ketidak seriusan dalam menangani masalah ini. Bea Cukai, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencegah peredaran barang ilegal, sering kali terlihat tak berdaya menghadapi mafia rokok ilegal yang semakin kuat. Di sisi lain, kepolisian pun tampaknya tidak berdaya, dan bahkan bisa jadi terlibat dalam permainan setoran liar yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Lebih parahnya lagi, apabila mafia rokok ilegal ini seakan memiliki “perlindungan” dari sejumlah oknum aparat yang seharusnya bertugas menegakkan hukum. Ada banyak oknum yang diduga terlibat dalam proses pengamanan pabrik rokok ilegal ini, yang lebih parah lagi apabila menerima uang pelicin dari para pengusaha rokok ilegal untuk menghindari razia atau pengecekan rutin. Hal ini menunjukkan adanya kolusi yang merugikan negara dan masyarakat, serta menggambarkan betapa lemahnya pengawasan terhadap industri ini.
Pemerintah pusat maupun daerah, harus segera menyadari besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh bisnis rokok ilegal. Bukan hanya dari sisi pendapatan yang hilang, tetapi juga dari segi kesehatan masyarakat. Rokok ilegal sering kali diproduksi tanpa pengawasan ketat, menggunakan bahan baku yang tidak jelas kualitasnya, dan tanpa memperhatikan standar kesehatan yang sudah ditetapkan. Selain itu, keberadaan rokok ilegal di pasar juga merusak stabilitas pasar rokok legal, yang sudah terikat dengan peraturan pajak dan cukai.
Sayangnya, meskipun banyak pihak yang sudah mengetahui keberadaan industri rokok ilegal di Sumenep dan daerah lainnya, penegakan hukum masih jauh dari harapan. Tidak jarang, penindakan yang dilakukan oleh aparat hanya bersifat temporer, tidak menyentuh akar permasalahan, atau malah terkesan tidak serius. Pihak Bea Cukai dan kepolisian seolah-olah tidak cukup berdaya menghadapi mafia yang mengendalikan bisnis ilegal ini. Penegakan hukum yang lemah seperti ini justru menciptakan celah bagi peredaran barang ilegal yang merugikan negara.
Untuk itu, langkah pertama yang perlu diambil adalah meningkatkan koordinasi antar instansi penegak hukum. Pihak Bea Cukai, kepolisian, serta pemerintah daerah harus bersinergi dalam mengawasi dan memberantas peredaran rokok ilegal. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memperketat pengawasan di tingkat distribusi dan pengecekan rutin terhadap pabrik-pabrik yang diduga memproduksi rokok ilegal. Selain itu, perlu ada tindakan tegas terhadap oknum aparat yang terlibat dalam praktik setoran liar, sehingga praktik semacam ini tidak terus berlanjut.
Selain penindakan hukum yang lebih serius, pemerintah juga perlu memperhatikan akar masalah yang menyebabkan berkembangnya industri rokok ilegal, yakni ketidakadilan ekonomi. Banyaknya pabrik rokok ilegal yang berdiri di daerah-daerah terpencil menunjukkan bahwa ada ketimpangan dalam perekonomian lokal. Masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak sering kali terpaksa bergabung dalam bisnis ilegal ini untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, selain penegakan hukum, perlu ada kebijakan yang lebih inklusif dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah-daerah tersebut.
Pada akhirnya, masalah rokok ilegal bukan hanya soal peredaran barang tanpa cukai, tetapi juga mencerminkan kelemahan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Jika negara tidak serius menanggulangi masalah ini, maka kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar, baik dari segi ekonomi, kesehatan, maupun stabilitas sosial. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus mengambil tindakan tegas dan komprehensif untuk memberantas peredaran rokok ilegal, serta menghentikan praktik setoran liar yang memperburuk keadaan. Tanpa langkah yang serius, masalah ini akan terus menjadi batu sandungan bagi pembangunan Indonesia yang lebih baik.